RADARDEPOK.COM - Temuan terkait takaran minyak goreng Minyakita yang disunat mendapat atensi dari Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri. Bareskrim melalui Satgas Pangan telah membuka penyelidikan atas kasus tersebut.
Dari tiga temuan, satu produsen merupakan berasal dari Kota Depok. Kuat dugaan PT Artha Eka Global Asia terletak di Jalan Tole Iskandar, Kecamatan Sukmajaya, Depok.
Sebelumnya, kasus itu viral di sosial media sepekan terakhir. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman lantas melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Pasar Jaya Lenteng Agung, Jakarta Selatan, dan mengkonfirmasi adanya praktik curang tersebut.
Baca Juga: Tujuh Vila di Puncak Bogor Disegel, Berdiri di Kawasan Hutan DAS Ciliwung
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Pol Helfi Assegaf mengatakan, Satgas Pangan Polri telah menemukan Minyakita yang bermasalah itu. "Ukurannya tidak sesuai dengan yang tercantum di label kemasan," ujarnya kemarin (9/3).
Hasil pengukuran sementara, dalam label tercantum tulisan 1 liter, tapi isinya ternyata hanya 700-900 mililiter. Ketidaksesuaian takaran itu ditemui pada minyak produksi PT Artha Eka Global Asia (Depok) dan Koperasi Produsen UMKM Kelompok Terpadu Nusantara (Kudus).
Selain itu, ada temuan ketidaksesuain takaran pada kemasan pouch ukuran 2 liter yang diproduksi PT Tunas Argo Indolestari (Tangerang).
Baca Juga: Hujan Deras dan Angin Kencang di Pancoranmas Depok, Dua Sedan Ringsek Tertimpa Dahan Pohon
Bareskrim telah menyita sejumlah barang bukti. Namun, Helfi belum bisa mendetailkan kasus itu. Sebab, Bareskrim masih melanjutkan proses penyelidikan.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi merasa prihatin dengan kasus tersebut. Dia menilai, lolosnya produk minyak goreng yang tidak sesuai takaran menunjukkan lemahnya pengawasan pemerintah di berbagai level.
"Kasus ini menunjukkan tidak ada pengawasan dari pemerintah, baik kementerian perdagangan dan dinas perdagangan," ujarnya.
Kasus penyunatan volume tersebut sangat merugikan masyarakat selaku konsumen. Karena itu, Tulus mendesak pemberian sanksi yang tegas. Bukan hanya perdata, melainkan juga pidana.
"Harus diberi sanksi pencabutan izin operasi atau kalau perlu sanksi pidana. Karena hal ini sangat merugikan konsumen," pungkas dia.***