RADARDEPOK.COM - Praktisi dan Akademisi Perlindungan Anak, Jeanne Noveline Tedja mengatakan, jika benar SLB dan SLBN sudah tersedia dan melayani kebutuhan anak-anak berkebutuhan khusus di wilayah Depok, maka urgensi membangun Rumah Didik Anak Istimewa di lahan eks SDN Pondok Cina 1, patut dipertanyakan.
"Apakah telah dilakukan kajian kebutuhan yang valid dan transparan? Jangan sampai rencana ini justru memunculkan tumpang tindih layanan pendidikan yang tidak efisien," ujar Jeanne Noveline Tedja kepada Radar Depok, Selasa (20/5).
Penulis buku Penyelenggaraan Kebijakan Kota Layak Anak di Indonesia ini menerangkan, kalau sebelumnya sudah ada kesepakatan antara Pemkot Depok dan DPRD untuk membangun Masjid Raya di lokasi tersebut, bahkan telah dianggarkan dana sebesar Rp20 miliar.
Maka, perubahan arah kebijakan tanpa dasar yang jelas, apalagi jika melibatkan penghapusan sekolah dasar aktif yang memiliki murid dan guru, dapat dianggap sebagai bentuk inkonsistensi pemerintah daerah dalam menyusun dan melaksanakan perencanaan pembangunan.
"Anggaran yang sudah dikeluarkan untuk pembangunan Masjid Raya harus dipertanggungjawabkan. Bila rencana berubah, bagaimana pengelolaan dana ini?," ucap Jeanne Noveline Tedja
Apalagi sejauh ini, jelas Jeanne Noveline Tedja, setiap sekolah sudah ada yang menerima anak berkebutuhan khusus, dan ada gurunya juga.
"Intinya untuk kasus SDN Pocin 1 itu harus sesuai peruntukkannya dan hasil dari keputusan antara DPRD dan Pemkot. Bila awalnya untuk membenagun masjid apalagi anggarannya sudah ditetapkan dalam rapat anggaran ya harus sesuai untuk itu," jelas Jeanne Noveline Tedja.
Baca Juga: Ironi TPA Galuga : Lokasi di Kabupaten Bogor, Fisik Dikuasai Tetangga
Pemerintah Kota Depok, sambung Jeanne Noveline Tedja, seharusnya bersikap transparan dan konsisten dalam menjalankan rencana pembangunan. Rencana pengalihfungsian SDN Pondok Cina 1 sebaiknya dikaji ulang secara partisipatif, melibatkan masyarakat, wali murid, guru, serta DPRD secara terbuka.
"Jika pembangunan Masjid Raya sudah disepakati dan dianggarkan, maka perubahan arah perlu dasar hukum dan argumentasi publik yang kuat. Bukan keputusan sepihak yang mengorbankan pendidikan anak-anak," tukas Jeanne Noveline Tedja. ***