“Sempadan depok ini, sudah tidak jadi RTH publik, karena sudah ada kepemilikannya,” papar Heri.
Upaya penyediaan RTH Kota Depok, terang Heri memang terus dilakukan Pemkot Depok, seperti pembangunan alun-alun barat dan GDC, serta rencana alun-alun timur. Meski begitu, upaya itu masih tergolong kecil dari dealnya pengembangan seperti pada masa pembangunan Perumnas.
“Dulu setiap RW ada pojokan RTH buat anak-anak main. Tapi sekarang berubah jadi garasi, parkiran, bahkan jadi milik pribadi,” terang Heri.
Heri juga memprihatinkan kegagalan Pemkot Depok, yang tidak memanfaatkan program bantuan dari pemerintah pusat pada 2013 untuk membangun lima taman kota. Akibat ketiadaan sertifikat aset, hanya satu taman yang berhasil dibangun, yaitu Taman Lembah Mawar di depan SMPN 2 Depok. Kegagalan program itu, sebagai lemahnya keseriusan Pemkot dalam mengelola RTH.
“Yang berhasil cuma satu lembah mawar, karena sertifikatnya ada. Harusnya kita dapat lima taman,” ungkap Heri.
Heri turut mendorong pemkot depok, adanya gerakan masyarakat melalui wakaf ekologis, sebuah pendekatan untuk mewujudkan RTH sebagai bagian dari hak ekologis warga dan ibadah sosial. Dia menyebutkan, pemkot depok kurang menggali potensi masyarakat untuk terlibat dalam penyediaan RTH.
Baca Juga: Seleksi Sekda Depok, Tim 9 Pengawal Perubahan Dukung Citra Indah Yulianty
“Gerakan wakaf ruang terbuka hijau ini harusnya bisa didorong, karena ruang hijau juga bagian dari pelayanan publik dan bentuk ibadah. Mereka lebih senang kelola anggaran sendiri, bukan menggali potensi masyarakat. Kalau diajak ngomong malah dibilangnya langitan,” jelas Heri.
Heri menilai, jika dibandingkan dengan daerah lainnya di Jawa Barat kondisi Kota Depok masih tergolong minim RTH. Dengan total luas wilayah Depok sekitar 20 ribu hektar, idealnya 6.000 hektar di antaranya menjadi ruang hijau
“Kota Depok sangat jauh dan kurang sekali RTH ya, tidak hanya Depok sih. DKI juga. Tapi Tangsel rada lumayan,” pungkas Heri. ***
JURNALIS : ANDIKA EKA MAULANA, RISKY DWI LESTARI