RADARDEPOK.COM – Angka pecandu narkoba sepanjang 2025 di Kota Depok, didominasi usia pelajar dan mahasiwa.
Di sepanjang tahun ini, dikategorikan mengalami peningkatan dibandingan dengan tahun 2024. Dalam menyiasati hal ini, Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Depok mendukung penuh sosialisasi untuk antisipasi.
Kepala BNN Kota Depok, Kombes R. M. Tohir Hendarsyah menjelaskan, data yang terhimpun sejak awal tahun 2025 hingga akhir november tercatat sejumlah 55 jiwa pecandu. Keseluruhannya, didominasi oleh kelompok usia. Mulai dari pelajar, mahasiswa tingkat perguruan tinggi, hingga usia dewasa.
“Dari 55 orang tercatat, didominasi laki-laki terbanyak sekitar 48 orang. Kemudian, sebanyak 7 orang perempuan,” jelas Kombes R. M. Tohir Hendarsyah kepada Radar Depok, Selasa (2/12).
Dilokasi yang sama, penggerak swadaya masyarakat ahli muda sekaligus sebagai Ketua Tim P2M (Pencegahan & Pemberdayaan Masyarakat) BNN Kota Depok, Purwoko Nugroho memaparkan, 55 orang tersebut bedasarkan dari data pecandu yang sukarela untuk melakukan rehabilitasi di Kantor BNN Kota Depok. Faktor utama terpapar narkoba diakibatkan pergaulan dan ekonomi keluarga.
Baca Juga: BLT Kesra di Depok Tembus Rp67 Miliar : Penerima Manfaat Ditotal 75.270 KK
“Pecandu didominasi mulai dari usia pelajar 12–17 tahun sebanyak 17 orang. Disusul dengan usia 18 hingga 25 tahun sebanyak 28 orang. Selanjutnya, adapun usia 26–35 tahun sebanyak 13 orang, yang terakhir 36–45 tahun sebanyak 6 orang, serta di atas 45 tahun sebanyak 1 orang,” papar Purwoko Nugroho.
Purwoko Nugroho menjelaskan, sebaran asal pasien berasal dari berbagai wilayah kelurahan di Kota Depok. Terbanyak, ditunjukkan dari Kelurahan Abadijaya yang mencatat jumlah tertinggi dengan 4 orang. Disusul Cipayung dan Pancoranmas masing-masing 3 orang, serta Cidodong dan Sawangan masing-masing 3 dan 2 orang.
“Kelurahan lain meliputi Bakti Jaya, Pondok Jaya, Sukmajaya, Depok, Mampang, Rangkapan Jaya Baru, Meruyung, PGS, dan Tugu juga terdata dengan jumlah 1 hingga 2 orang. Beberapa kelurahan lain turut tercatat seperti Beji, Beji Timur, Kemiri Muka, Cilodong, Sukamaju Baru, Limo, dan PGS,” jelas Purwoko Nugroho.
Pasien yang terdata, tutur Purwoko Nugroho turut terbilang sebagai pecandu sukarela. Yang artinya, memang individu tersebut ini sebagai pecandu yang datang ke klinik BNN untuk memperoleh rehabilitasi.
“Rehabilitasi tanpa dipungut biaya, dilakukan dengan rawat jalan sebanyak 8 kali pertemuan. Termasuk terapi kognitif, perubahan perilaku adiksi melalui konselor tersertifikasi dan berkomunikasi dengan keluarga terdampak,” terangnya.
“Adapun untuk jenis zat yang disalahgunakan pecandu tercatat. Kategori NPS menjadi yang paling dominan dengan 24 kasus, diikuti Methamphetamin 14 kasus, serta Multi Drugs sebanyak 7 kasus. Penggunaan THC tercatat 5 kasus, kemudian Opiat/Analgesik 4 kasus, dan sedatif 1 kasus,” tutur Purwoko Nugroho.
Cara kedua juga dapat dijangkau pecandu, ungkap Purwoko Nugroho namun harus melalui rujukan. Yaitu ke Balai Rehabilitasi BNN di Lido, Sukabumi yang dikenal sebagai salah satu fasilitas rehabilitasi terbesar di Asia Tenggara.
“Untuk rawat jalan, dari delapan kali pertemuan dilakukan di kantor BNN. Caranya untuk yang masih adiksi ringan, pecandu masih bisa beraktivitas produktif. Tetap bisa bersekolah, tetap bisa bersosialisasi,” ungkap Purwoko Nugroho.