Sistem aplikasi data desa hari ini sudah terintegrasi dengan berbagai platform pemerintah. Ini memudahkan monitoring agar setiap data dan laporan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan,” tegas Reda.
Ia menjelaskan, aplikasi tersebut kini memuat data aset, PBB, proyek pembangunan, hingga penatausahaan keuangan desa sehingga potensi penyimpangan dapat dicegah sejak dini.
“Fungsi pengawasan bisa dilakukan lebih mudah. Kita bisa melihat apakah data yang diinput benar, dapat dipertanggungjawabkan, dan sesuai kondisi di lapangan,” tegas Reda.
Reda juga menyoroti pentingnya BPD sebagai pilar pengawasan desa. Ia menjelaskan bahwa BPD memiliki tiga fungsi utama: penyusunan regulasi desa, penyaluran aspirasi masyarakat, dan pengawasan kinerja pemerintah desa.
“BPD bukan hadir untuk memusuhi pemerintah desa. Ini bukan ruang kriminalisasi. BPD hadir untuk memastikan pembangunan berjalan benar dan meminimalisasi penyimpangan,” ucap Reda.
Ia berharap pemerintah desa dan BPD dapat bekerja dalam semangat kolaborasi, bukan saling berhadap-hadapan.
Baca Juga: Kenaikan Insentif Guru Belum Bisa di Depok, Begini Perhitungannya
Reda mencontohkan jika terjadi temuan dugaan penyimpangan terkait data perencanaan pembangunan yang tidak sesuai ketentuan.
“Berdasarkan laporan BPD, ada rencana pembangunan yang posisinya kurang dari 50 meter dari area yang dilarang. Ini tentu tidak boleh,” ungkapnya.
Melalui sistem data desa yang terintegrasi, kata Reda, potensi kesalahan dapat terdeteksi lebih cepat. Ketika data tidak sesuai, kita bisa langsung komunikasikan. Ini bukan untuk mencari-cari kesalahan, tetapi untuk memperbaiki,” tegasnya.
“Harapannya, tahun 2029 kita sudah mencapai titik aman. Zero penyimpangan, zero konflik data. Desa semakin kuat dan pemerintahannya semakin bersih,” tutupnya.***
Jurnalis : Achmad Kurniawan