Senin, 22 Desember 2025

Kuasa Hukum Terdakwa Pembunuhan Mahasiswa UI : Nilai Jaksa Keliru Tuntut Altaf

- Kamis, 21 Maret 2024 | 12:15 WIB
Sidang pleidoi Altafasalya Ardnika Basya, mahasiswa UI pembunuh juniornya, di PN Depok. (ISTIMEWA)
Sidang pleidoi Altafasalya Ardnika Basya, mahasiswa UI pembunuh juniornya, di PN Depok. (ISTIMEWA)

RADARDEPOK.COM–Setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok menjatuhkan tuntutan hukuman mati, kepada terdakwa Altafasalya Ardnika Basya (23) kasus pembunuhan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang notabene adik tingkatnya, Muhammad Naufal Zidan.

Saat ini, giliran Alafasalya Ardnika Basya menyampaikan pembelaan diri dalam sidang pleidoi di Pengadilan Negeri (PN) Depok. Dalam pembacaanya tersebut, Alafasalya Ardnika Basya meminta keringanan hukuman atas pembunuhan tersebut.

Baca Juga: Yuk Tengok, Danamon Buka Peluang Karir Melalui UI CISE 2024

Alafasalya Ardnika Basya dinilai oleh Jaksa penuntut umum (JPU) telah terbukti melakukan pembunuhan berencana yang menyebabkan hilangnya nyawa juniornya itu.

"Bahwa, kami penasihat hukum Terdakwa Altafasalya Ardnika Basya bin Arie Armend dengan tegas menolak pidana mati yang telah dijatuhkan oleh Jaksa Penuntut Umum yang dibacakan pada tanggal 13 Maret 2023 yang menitikberatkan Terdakwa Altafasalya Ardnika Basya bin Arie Armend dengan dengan Pasal 340 KUHP, padahal yang demikian belum bisa dibuktikan secara sempurna oleh Jaksa Penuntut Umum," kata kuasa hukum Altaf, Bagus S Siregar, dalam persidangan di PN Depok, Rabu (20/3).

Bagus S Siregar menilai JPU terlalu keras dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan menyampaikan bahwa 'tidak ada hal-hal yang meringankan terhadap terdakwa'.

"Tentunya, ini sangatlah keliru karena. Padahal, terdakwa sangat jelas menyesali atas perbuatannya dan juga sudah menyampaikan permintaan maaf terhadap kedua orang tua korban Muhammad Naufal Zidan (almarhum) pada saat persidangan hari Rabu, 31 Januari 2024, dengan agenda pemeriksaan saksi," kata dia.

Baca Juga: Destinasi Wisata yang Satu ini, Bisa Jadi Tempat Bukber yang Asyik Plus liburan Akhir Pekan Bareng Keluarga

Terdakwa juga telah berjanji akan berziarah ke makam Muhammad Naufal Zidan. Hal ini adalah sebagai dasar bahwa Terdakwa menyesali atas perbuatannya.

“Akan tetapi hal yang demikian sama sekali diabaikan oleh Jaksa Penuntut Umum dan tetap menjatuhkan pidana mati terhadap Terdakwa Altafasalya Ardnika Basya bin Arie Armend," ujar dia.

Pada persidangan ini, Bagus S Siregar mengutip teori Muladi atau Zainal Abidin bahwa pemidanaan bukan suatu pembalasan atas kesalahan pelaku, tetapi sarana mencapai tujuan yang bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju kesejahteraan masyarakat.

"Dalam hal ini Jaksa Penuntut Umum dalam mengajukan tuntutan pidana mati terhadap terdakwa Altafasalya Ardnika Basya bin Arie Armend semata-mata untuk pembalasan,” kata dia.

Baca Juga: Tetapkan Perda RTRW 2024-2044, Ketua DPRD kabupaten Bogor Rudy Susmanto Fokus Pada Ketahanan Lingkungan

Padahal, teori pembalasan telah lama dianggap usang dalam sistem pemidanaan karena tujuan pemidanaan sejatinya adalah untuk memberikan kemanfaatan, keadilan, dan kepastian hukum serta melaksanakan fungsi negara untuk memberikan perlindungan pada setiap warga negara.

"Hak untuk hidup dan hukuman mati akan selalu mengundang pro dan kontra. Di satu sisi, hak untuk hidup memang benar dijamin dalam konstitusi Indonesia, namun di lain sisi hak tersebut juga dapat dibatasi dengan instrumen hukum seperti undang-undang, putusan pengadilan dan konvensi internasional. Konstitusionalitas hukuman mati tersebut diperkuat oleh Putusan MK No. 2-3/PUU-V/2007 seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya," ungkap dia.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X