TPS 3R, menurut Hanif, cocok dibangun di daerah yang luas dan tidak padat penduduk, seperti di Sulawesi, Kalimantan, Sumatera. Sementara, TPS berteknologi RDF cocok dibangun di perkotaan. Dengan catatan, terdapat pabrik yang membutuhkan plastik dari TPS itu untuk dibuatkan bahan bakar.
Adapun, jumlah TPS 3R maupun TPS RDF yang dibangun perlu disesuaikan dengan volume sampah di suatu wilayah. Setiap orang menghasilkan sampah rata-rata sebesar 0,5 kilogram per hari. Sementara, volume sampah yang bisa diolah di sebuah TPS 3R sebanyak 5 ton per hari.
Pendekatan baru ini, jelas Hanif, mendorong pengalihan paradigma dari sistem kumpul-angkut-buang menjadi reduce-reuse-recycle. Pemerintah daerah diinstruksikan mengarahkan anggaran pada pembangunan TPS3R, bank sampah, fasilitas RDF, hingga teknologi waste-to-energy, bukan sekadar pengangkutan ke TPA. Target nasional yang dicanangkan: 51,21 persen sampah nasional terkelola pada 2025, dan 100 persen pada 2029.
“Investasi yang dibutuhkan sekitar Rp300 triliun. Tapi ini bukan semata soal uang. Ini soal visi. Negara maju menjadikan sampah sebagai sumber energi. Kita akan ke arah sana,” ujar Menteri Hanif.
Sekretaris KLH/Sekretaris Utama BPLH, Rosa Vivien Ratnawati, menjelaskan bahwa sistem Adipura Baru mengedepankan transparansi.
“Sebuah kota tidak bisa lolos jika tidak memenuhi indikator dasar. TPA minimal harus sanitary landfill dan minimal 25% sampahnya dikelola dengan benar. Untuk Adipura Kencana, bahkan harus mencapai 75% dan zero TPS liar,” jelas Rosa Vivien.
Ihwal langkah menuju Adipura, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Depok, Abdul Rahman mengatakan, pihaknya telah menyiapkan enam persyaratan pembangunan waste to energy sesuai skema pemerintah pusat. Nantinya memperluas TPA Cipayung, untuk menghabiskan sampah.
“Pak Walikota sudah merespon dengan memperluas TPA Cipayung sebanyak tiga hektar. Bukan untuk pembuangan, tapi untuk membangun pabrik pengolahan,” ucap Abdul Rahman.
Nantinya, sambung Abdul Rahman, TPA Cipayung hanya menerima 1.000 ton sampah masuk per hari. Langkah lainnya, membiayai pengangkutan sampah dan melibatkan masyarakat dalam pemilahan, yang justru jadi indikator penilaian lebih tinggi.
Baca Juga: Geruduk Kantor DPRD Depok, Aliansi Masyarakat Desak Pengeboran Sumur Ilegal Ditutup
Abra-sapaannya-menambahkan, merujuk data 2024, setidaknya ada 112 titik TPS liar di Depok. Sementara, jumlah TPS ada 18.
Kepala Bidang Kebersihan DLHK Kota Depok, Udara Kodratulloh mengatakan, pihaknya tengah mencari teknologi yang mampu memusnahkan sampah dengan cepat. Sampah yang masuk ke hilir hanya berupa residu, Hulu merupakan sumber sampah.
“Bisa pakai incinerator atau cara lain. Intinya, arus sampah dari hulu ke hilir harus lancar,” ujarnya, Selasa. Kami menggalakkan pemilahan sejak hulu,” kata Udara saat dikonfirmasi Radar Depok, Selasa (12/8).
Menurut Udara, program baru DLHK adalah mendorong kembali keaktifan 26 Unit Pengolahan Sampah (UPS) yang selama ini kurang beroperasi. Meski masih dalam tahap perbaikan, semua UPS harus siap. Jika UPS dan TPA berfungsi optimal tanpa open dumping, Depok bisa menjadi kota terbersih.
“UPS bisa menerima sampah tanpa dipilah, termasuk sampah liar dari jalanan, untuk dipilah kembali menjadi pupuk atau budidaya maggot,” jelasnya.
Artikel Terkait
Depok Dikepung 16 Titik Banjir, Ini Daftar Lokasinya!
2027, Walikota Supian Suri Pastikan Depok Punya BPBD
Tiga Atlet Selancar Depok Taklukan Ombak Batu Karas, Bawa Pulang Empat Medali
Geruduk Kantor DPRD Depok, Aliansi Masyarakat Desak Pengeboran Sumur Ilegal Ditutup
Sidang Lanjutan Oknum Dewan Asusila Rudy Kurniawan : Kuasa Hukum Bantah Adanya Tindak Asusila, Tuding Kasus Direkayasa
7.918 Bidang Aset Pemkot Depok Belum Punya Sertifikat : Targetkan 8 Tahun Rampung
Duh! Rumah Makan di Abadijaya Depok Dipastikan Tak Punya SLF