RADARDEPOK.COM – Proyek pembangunan Jalan Tol Depok Antasari (Desari) Seksi 3, yang menghubungkan pintu Tol Sawangan hingga Bojonggede, Kabupaten Bogor, kini dalam tahap akhir pembebasan lahan.
Dari total 29 hektar, saat ini sebanyak 21 hektare yang baru dibebaskan. Sementara itu, 8 hektar sisanya masih dalam proses menunggu administrasi.
Tercatat lebih dari 100 bidang tanah terdampak pembangunan proyek nasional ini. Dari jumlah tersebut, 60 bidang sudah menyelesaikan pemberkasan di DPUPR, sedangkan sisanya masih administrasi.
Permasalahan muncul, dari sebagian warga yang belum sepenuhnya sejajar dengan nilai ganti rugi, yang ditawarkan oleh pihak pengembang tol. Besarannya, Rp Rp2,2 juta per meter persegi.
Menanggapi hal ini, Anggota DPRD Jawa Barat, Hasbullah Rahmad, menilai dengan besaran R2,2 Juta meter persegi harga tersebut dinilai jauh di bawah NJOP tanah di Kota Depok yang saat ini telah mencapai kisaran Rp3 juta an per meter persegi.
“Dengan biaya pembebasan lahan sebesar Rp2,2 juta, sementara NJOP di Depok sudah tinggi, tentu perlu ada musyawarah,” ujar Hasbullah kepada Radar Depok.
Baca Juga: Krukut dan Grogol Depok Dihempas Puting Beliung, Listrik Padam
Upaya kedepannya, Hasbullah Rahmad mendorong agar pihak pengelola tol memfasilitasi masyarakat terdampak serta pemerintah daerah untuk bermusyawarah secara terbuka.
“Jangan sampai masyarakat yang tanahnya dibebaskan justru tidak bisa membeli tanah lagi di Depok, karena kasihan,” ungkap Hasbullah Rahmad.
Hasbullah menegaskan, proyek tol hakikatnya memang telah memiliki regulasi tersendiri. Namun, pemerintah daerah juga harus hadir sebagai wadah agar warga mendapatkan kejelasan mengenai proses dan waktu pembebasan lahan yang tersisa.
“Kalau lahan sudah terbebas 70 persen, biasanya pihak tol bisa melanjutkan pembangunan dengan menitipkan uang ganti untung di pengadilan. Tapi tetap, pemerintah daerah harus memfasilitasi pertemuan antara warga dan pihak tol agar ada kepastian,” tegas Hasbullah Rahmad.
Menurutnya, hasil appraisal mengenai nilai tanah, bangunan, serta tanaman tumbuh seharusnya disampaikan dan dimusyawarahkan secara transparan di tingkat kelurahan atau kecamatan. Jadi pengelola tol, juga harus memikirkan dampak warga dari uang pembebasan yang diterima dibawah rata-rata NJOP Kota Depok itu.
“Sekarang ini tidak ada istilah ganti rugi, karena tol itu proyek profit. Jadi menjadi sebuah proyek ganti untung. bahwa dengan uang pembebasan yang diterima, masyarakat masih bisa membeli tanah di tempat lain tanpa harus nombok,” tambah Hasbullah.
Ketua DPRD Kota Depok, Ade Supriyatna menilai, proyek Tol Desari merupakan bagian dari rencana pembangunan terpadu antar wilayah Jakarta, Depok, Bogor. Sehingga, pelaksanaannya harus memperhatikan dampak sosial dan lingkungan di daerah yang dilintasi.
Artikel Terkait
Langgar Aturan Imigrasi, Dua WNA Asal Afrika Diamankan di Depok
Jos! Batik Tradjumas jadi Karya Terbaik di Depok
Jangan Lolos! Rugby Depok Buka Pendaftaran Atlet : Dicari 12 Putra dan Putri
Update Pembangunan Tol Desari Seksi 3, Delapan Hektar Lahan di Depok Belum Dibebaskan : Ini Rinciannya
Menu SPPG Mampang 1 Depok Bikin Heboh : Tepis Porsi Tipis Menu MBG, Semua Sudah Sesuai Standar Gizi
Bos Air Mineral di Depok Dilaporkan ke Polisi : Dimulai Jual Beli Lahan, Sampai Ijazah yang Diambil
Krukut dan Grogol Depok Dihempas Puting Beliung, Listrik Padam