RADARDEPOK.COM – Langkah progresif Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, memberantas impor pakaian bekas atau thrifting, membuat gusar para pedagangnya. Di Depok pun demikian.
Pedagang thrifting di kawasan Ratujaya, Depok, Akbar Purnama mengaku, khawatir dengan kebijakan Menkeu. Usahanya sudah berjalan sejak Januari 2025, dengan barang pasokan dari Bandung.
Menurutnya, jika pemerintah benar-benar memberlakukan pemblokiran impor, dia akan kembali berjualan secara online saja.
“Metro Thrift Shop (tokonya) awalnya online saja. Terus baru buka toko sejak Januari. Kalau nanti diblokir, ya paling balik jualan online lagi seperti dulu, sambil turunkan harga,” papar Akbar kepada Radar Depok, Rabu (5/11).
Akbar menjelaskan, dalam sehari penjualannya bisa mencapai 10 potong pakaian dengan omzet sekitar Rp200 ribu hingga Rp350 ribu. Nantinya, bila pemblokiran terjadi, ia sudah menyiapkan berbagai cara penjualan. Seperti diskon atau sale untuk barang yang dijual, mulai dari sweater, celana, hingga pakaian formal seperti jas.
Baca Juga: Wakil Ketua Komisi A Imam Turidi Ingatkan Camat dan Lurah Se-Depok All Out Layani Masyarakat
“Pelanggan kami kebanyakan anak muda, tapi kadang juga ada orang tua yang cari jas buat acara. Harga termurah di sini mulai Rp35 ribu,” beber Akbar.
Pengelola Fasilitas dan Mediasi Perlindungan Konsumen, Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin) Kota Depok, Ahmad Imron menuturkan, pihaknya akan terus memantau aktivitas penjualan pakaian bekas impor atau thrifting di wilayahnya.
“Persoalan utama dalam praktik jual beli pakaian bekas impor bukan berada di tingkat pedagang kecil, melainkan pada pemasok dan importir besar yang memasukan barang secara ilegal,” terang dia.
Ahmad Imron menungkap, sejauh ini keberadaan pedagang masih kerap ditemukan, meski jumlahnya kini menurun drastis sejak akhir 2024. Pedagang thrift dengan toko fisik bukan masalah utama, melainkan importernya.
Jumlah pedagang thrifting di Depok kini semakin sedikit. Hanya beberapa tersebar di sejumlah wilayah seperti Sawangan, Beji, Cimanggis, dan Pancoranmas, dengan jumlah bisa dihitung dengan jari.
“Kalau dalam pantauan saya, sebenarnya bukan pedagang thrifting-nya yang jadi masalah. Yang bermasalah itu pemasok atau importernya,” ujar Ahmad Imron .
Kata dia, pemasok atau importer barang thrifting di Depok tidak ada. Barang-barang bekas yang beredar di pasaran Kota Depok umumnya berasal tiga kota. Mulai dari Jakarta, Bandung, hingga Batam. Dia menilai, sebagian besar barang tersebut termasuk melalui jalur ilegal.
“Pemasok di Depok nggak ada. Yang ada di Jakarta dan Bandung, dan kebanyakan juga dari Batam atau wilayah seberang. Mereka biasanya lewat jalur ilegal, bukan jalur resmi. Kalau ada penangkapan dan pemblokiran, itu biasanya hasil dari pelacakan perusahaan importirnya,” jelas Ahmad Imron.
Baca Juga: Kenaikan Dana Banpol di Depok Masih Maju Mundur : Rencana Naik Rp5 Ribu Per Suara
Artikel Terkait
Padahal Tidak Boleh! SMPN 13 Depok Biarkan Siswa Bawa Kendaraan
Hafid Nasir Beberkan Tugas dan Fungsi Komisi A DPRD Kota Depok : Perizinan sampai Pemerintahan
Cek Lokasinya, Pelayanan PBB P2 Depok Pindah Sementara
Kenaikan Dana Banpol di Depok Masih Maju Mundur : Rencana Naik Rp5 Ribu Per Suara
TKD Merosot, APBD 2026 Depok Turun : Program Strategis Tetap Jalan
Wakil Ketua Komisi A Imam Turidi Ingatkan Camat dan Lurah Se-Depok All Out Layani Masyarakat
Perkara Gaji Tukang di Perumahan YVE Habitat Depok Selesai : Proyek Hunian Tetap Berlanjut