RADARDEPOK.COM — Puluhan Keluarga di Desa Hutagodang, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara terpaksa tinggal di pengungsian.
Mereka terpaksa mengungsi di area Kantor Kecamatan Batang Toru pasca bencana alam meluluhlantakkan sejumlah wilayah di Tapanuli Selatan. Salah satu pengungsi, Heni mengaku, ia tinggal di pengungsian bersama suami dan anaknya yang berusia 11 tahun.
Banjir besar yang melanda wilayah Tapanuli Selatan tidak hanya memaksa mereka meninggalkan rumah, tetapi juga menghentikan aktivitas sehari-hari, termasuk pendidikan anak-anak.
Baca Juga: Dana BTT Bantuan Puting Beliung di Cimpaeun Depok Disoal : Butuh Transparansi, Begini Kronologisnya
“Sekitar dua minggu kami ngungsi di sini. Sama keluarga, suami dan anak,” ujar Heni saat ditemui di lokasi pengungsian, Minggu, 14 Desember 2025.
Akibat banjir, sekolah anak Heni terpaksa diliburkan. Selain bangunan sekolah yang rusak, seluruh perlengkapan sekolah ikut hanyut terbawa arus. “Pakaian sekolah, buku-buku, sepatu, semuanya sudah tidak ada lagi,” katanya.
Di lokasi pengungsian tersebut, terdapat sekitar 24 keluarga yang kini hidup berdampingan dalam satu tempat. Meski kebutuhan makan dan minum relatif terpenuhi, namun persoalan utama justru berada pada kondisi rumah warga yang mengalami kerusakan parah.
Baca Juga: Pengungsi Banjir Garoga Butuh Pakaian Dalam dan Popok
“Rumah kami sudah tidak bisa ditempati. Belum bisa dibersihkan sampai sekarang. Di dalam rumah masih banyak barang, tapi kami tidak tahu masih bisa dipakai atau tidak, karena lumpurnya di atas lutut,” tuturnya.
Heni menggambarkan kondisi rumahnya yang nyaris rata dengan tanah. Kayu-kayu besar terbawa arus masuk ke dalam rumah, tembok belakang hancur hingga ke depan, dan dinding bagian depan lenyap.
“Yang tersisa cuma dinding samping dan atap. Selebihnya sudah tidak bisa dipakai lagi,” ucapnya lirih.
Baca Juga: Korban Banjir Garoga Masih Menunggu Kepastian Perbaikan Rumah
Selain kerusakan fisik, kondisi kesehatan juga menjadi persoalan serius di pengungsian. Heni yang memiliki riwayat asma mengaku sering terserang batuk selama berada di pengungsian.
“Kalau di rumah dulu tidak separah ini. Di sini rata-rata pada batuk, jadi saya yang punya asma lebih gampang kena. Sudah dua minggu batuk-batuk, obat sudah banyak diminum, tapi belum sembuh,” katanya.
Anak-anak di pengungsian pun tak luput dari masalah kesehatan. “Ada yang batuk-batuk, ada yang demam,” tambah Heni.
Artikel Terkait
Relawan Gerakan Anak Negeri Buka Layanan Kesehatan di Gereja Betania dan Pasar Ampolu Tapanuli Selatan
Seragam Bantuan Buat Senyum Mengembang Ketika Gerakan Anak Negeri dan Faji Sambangi Tapanuli Selatan
Misi Kemanusiaan Berlanjut, Relawan Gerakan Anak Negeri Gelombang III Siap Berangkat
Gerakan Anak Negeri Sudah Tempuh Jarak 1.665 Kilometer di Sumatera, Aksi Kemanusiaan Baru Dimulai
Trauma Healing ala Gerakan Anak Negeri: Pohon Harapan untuk Anak-anak Penyintas Bencana
Dari Jago-Jago hingga Gunung Kelambu Tapanuli Tengah, Gerakan Anak Negeri Layani Hampir 200 Pasien Dalam Sehari