RADARDEPOK.COM – Kebijakan iuran tabungan perumahan rakyat (tapera) masih jadi perbincangan hangat di semua kalangan, termasuk pengusaha. Pelaku usaha dengan tegas menyampaikan keberatan. Mereka menilai, tidak semua perusahaan mampu mendapat tambahan beban iuran wajib di luar iuran yang sudah ada.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid menilai, kebijakan potongan gaji bagi para pekerja untuk tapera memang bertujuan baik. Namun, tidak bisa diterapkan secara merata. ”Harus dilihat bahwa nggak semua perusahaan itu sehat,” ujar Arsjad kemarin (2/6).
Menurut dia, hal yang berhubungan dengan pengusaha dan pekerja harus menciptakan keseimbangan dan kesinambungan di antara keduanya. ”Ini maksud dan tujuannya baik, tinggal bagaimana supaya jangan memberatkan pengusaha, tetapi juga membantu pekerja,” beber Arsjad.
Baca Juga: Dewan T Farida Rachmayanti Meninggal, Ini Ucapan Duka Wakil Walikota Depok Imam Budi Hartono
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Diana Dewi menambahkan, sebaiknya kebijakan iuran tapera bersifat opsional atau pilihan. ”Saya menilai kebijakan ini lebih baik bersifat opsional, tidak digeneralisasi. Artinya, pekerja yang ikut iuran tapera adalah mereka yang belum memiliki rumah atau berencana memiliki rumah,” ujar Diana. Sedangkan pekerja yang telah memiliki atau tengah mencicil rumah tidak perlu diwajibkan ikut tapera.
Menurut Diana, keharusan bagi pengusaha dan pekerja membayar iuran tapera dikhawatirkan menjadi beban dan memberatkan pengusaha maupun pekerja.
Pendapat senada disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani. Dia mengatakan, program tapera sebaiknya bukan kewajiban, melainkan opsional atau sukarela. ”Karena tapera ini kan tabungan. Kenapa tabungan ini diwajibkan? Kalau sukarela, kami tidak ada masalah, jadi kita bukan menolak UU dan PP-nya,’’ ujarnya.
Baca Juga: Kompak Parah! Ketua Farabi Ajak Imam Budi Hartono Sandingkan SK Koalisi Pilkada Depok ke DPP Golkar
Shinta menilai, program tapera semakin menambah beban, baik dari sisi pemberi kerja maupun pekerja, di tengah adanya depresiasi rupiah dan melemahnya permintaan pasar.
Saat ini saja, beban yang ditanggung pemberi kerja untuk iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan besarnya mencapai 18,24 persen hingga 19,74 persen dari penghasilan pekerja.
Penjelasan Kemenkeu
Pemerintah menyebut iuran tapera tidak akan digunakan untuk anggaran belanja dalam APBN. Direktur Sistem Manajer Investasi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan (DJPB Kemenkeu) Saiful Islam memastikan hal itu. ’’Dana simpanan peserta tapera tidak digunakan untuk kegiatan pemerintah dan tidak masuk ke dalam APBN,’’ ujar Saiful dalam konferensi pers.
Saiful menggarisbawahi, justru yang terjadi adalah sebaliknya. Setiap tahun, melalui APBN, pemerintah memberikan fasilitas pembiayaan rumah murah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Selain itu, dana simpanan peserta tapera juga dicatat dalam akun individu (individual account) masing-masing peserta di bank kustodian.