utama

Desak Revisi UU Tapera Direvisi! Serikat Buruh Ancam Demo dan Ajukan Judicial Review

Senin, 3 Juni 2024 | 06:20 WIB
Ke sini perginya uang Tapera yang dipotong dari gaji ASN dan karyawan

Belum lagi, imbuhnya, ketidakpercayaan masyarakat karena adanya penyalahgunaan dana seperti pada kasus Jiwasraya dan ASABRI. ’’Sehebat apa pun konsep skema pengelolaan dana yang dilakukan oleh Badan Pengelola (BP) Tapera, masyarakat masih sulit untuk diyakinkan,’’ bebernya.

Menurut anggota DPR dari dapil NTB 1 itu, belum adanya evaluasi terhadap pengelolaan dana tabungan perumahan pegawai negeri sipil (taperum-PNS) yang merupakan cikal bakal tapera yang berjalan sejak 1993 sampai dilebur ke tapera pada 2018 menambah rendahnya kepercayaan masyarakat.

Apalagi, sampai sekarang masih ada kesulitan pencairan uang tabungan 200.000 PNS yang pensiun dan 317.000 PNS yang pernah menabung di taperum-PNS yang dananya masih ada, tetapi mereka tak dapat mengambilnya.

Baca Juga: KPU Pangkas 2.000 TPS di Pilkada Depok, Pengawasan Siap Diperketat

Karena itu, Fraksi PKS meminta agar pemerintah membuka opsi evaluasi tapera yang sebenarnya sudah dilaksanakan sejak 2020 lalu bagi PNS. ’’Jika memungkinkan merevisi UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera, terutama berkaitan dengan kewajiban setiap pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum untuk menjadi peserta tapera,’’ tegasnya.

Buruh Siap Bergerak

Presiden Partai Buruh yang juga Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mendesak pemerintah mencabut PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera. Menurutnya, terdapat enam alasan mengapa tapera harus dicabut.

Pertama, ketidakpastian memiliki rumah. Dengan iuran sebesar 3 persen dari upah buruh, dalam 10 hingga 20 tahun kepesertaan, buruh tidak akan bisa membeli rumah. Bahkan hanya untuk uang muka saja tidak akan mencukupi.

Baca Juga: Tersangka Kecelakaan Maut Bus Rombongan SMK Depok di Subang Bertambah Dua, Ini Orangnya

Kedua, dalam PP Tapera, tidak ada satu klausul pun yang menjelaskan bahwa pemerintah ikut mengiur dalam penyediaan rumah untuk buruh dan peserta tapera lainnya. Iuran hanya dibayar oleh buruh dan pengusaha saja, tanpa APBN dan APBD. ’’Dengan demikian, pemerintah lepas tanggung jawab,” kata Said kemarin (2/6) dikutip dari JawaPos.com.

Alasan ketiga, tapera membebani biaya hidup buruh. Di tengah daya beli buruh yang turun 30 persen dan upah minimum yang sangat rendah akibat UU Cipta Kerja, potongan iuran tapera sebesar 2,5 persen menambah beban. ’’Belum lagi jika buruh memiliki utang koperasi atau di perusahaan, ini akan semakin membebani,” ucap Said.

Keempat, dalam sistem anggaran tapera, terdapat kerancuan yang berpotensi besar disalahgunakan. Kelima, tabungan yang memaksa. Said mengutarakan, pemerintah menyebut bahwa dana tapera adalah tabungan, maka seharusnya bersifat sukarela, bukan memaksa.

Baca Juga: Slip Gaji Pegi Jadi Pegangan Kuasa Hukum, Salah Satu Alat Bukti Bukan Pembunuh Vina-Eky

Keenam, ketidakjelasan dan kerumitan pencairan dana tapera. ’’Atas dasar enam alasan tersebut, Partai Buruh dan KSPI akan mempersiapkan aksi besar yang akan diikuti ribuan buruh pada hari Kamis tanggal 6 Juni di Istana Negara, Jakarta, dengan tuntutan untuk mencabut PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera dan merevisi UU Tapera,” tegas Said. Selain itu, mereka akan mengajukan judicial review UU Tapera ke Mahkamah Konstitusi dan judicial review PP Tapera ke Mahkamah Agung.***

 

Halaman:

Tags

Terkini

Jangan Malas! Ayah di Depok Diminta Ambil Rapor Anak

Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB

Buruh di Depok Ingin UMK Naik 6,5 Persen

Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB

BPN Depok Sematkan Pin Emas Kepada Kejari

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB