Di samping itu, Said turut menyindir para anggota dewan di Senayan agar tak diam saja atas kebijakan pemerintah yang ugal-ugalan ini. Menurutnya, DPR juga ikut tanggung jawab besar atas kesejahteraan rakyat.
”Jangan cuci tangan, kan dia yang bikin UU-nya juga. Semoga DPR dan pemerintahan yang baru, presiden yang baru bisa mendengarkan suara hati rakyat buruh dan masyarakat,” pungkasnya.
Sementara itu, Menteri PUPR yang juga Ketua Komite Badan Pengelola (BP) Tapera Basuki Hadimuljono dicecar anggota dewan soal Tapera dalam rapat kerja (Raker) Komisi V DPR RI kemarin.
Baca Juga: Nafkah Lampau Rp800 Juta yang Diajukan Catherine Wilson Ditolak Pengadilan Agama Depok
Awalnya, rapat membahas evaluasi APBN 2024 dan rencana kerja anggaran 2025. Namun, sejumlah anggota DPR tampaknya tidak bisa membendung keinginanya untuk bertanya tentang Tapera yang sedang mendapat penolakan masyarakat.
Salah satu pertanyaan diajukan anggota Komisi V DPR RI Irine Yusiana Roba Putri. Politisi PDI Perjuangan itu mempertanyakan terkait kebutuhan perumahan untuk pekerja di Indonesia. Irine mengaku, belum mendapatkan hitungan data yang detail terkait kebutuhan perumahan bagi pekerja.
Dia juga bertanya soal proyeksi kontribusi Tapera bagi perumahan pekerja."Mohon ada perhitungan detail dari Dirjen Perumahan. Misalnya untuk ASN dan pekerja swasta bagaimana,?" terang dalam rapat yang digelar di komplek parlemen, Senayan, Jakarta kemarin.
Selanjutnya, Irine juga menyoroti nasib para pekerja yang sedang memiliki tanggungan cicilan KPR dan pekerja yang sudah mempunyai rumah dari warisan orang tua. Sebab, sebelumnya BP Tapera menyebutkan bahwa mereka juga akan diwajibkan membayar Tapera, karena kebijakan itu untuk memberi subsidi bagi masyarakat tidak mampu, dengan dalih gotong royong.
Baca Juga: Wakil Walikota Imam Budi Hartono: Depok Masuk 11 Kota Mudah Dikembangkan, Ini Alasan Mendagri
Tentu, kata Irine, alasan itu sangat aneh, karena pemberian subsidi merupakan kewajiban negara kepada rakyat, bukan rakyat kepada rakyat. Negara yang seharusnya memberikan subsidi kepada rakyatnya.
"Kalau sesama warga negara itu namanya gotong royong. Alangkah malunya negara yang tidak mampu hadir untuk menjawab tantangan yang dihadapi rakyat," bebernya.
Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKB Dedi Wahidin mengusulkan agar pelaksanaan Tapera dilakukan secara opsional atau sukarela dan tidak memaksakan semua pekerja untuk membayar iuran Tapera. Rencana pelaksanaan Tapera itu sudah menimbulkan kekhawatiran dan penolakan dari masyarakat.
Untuk itulah, lanjut Dedi, Tapera tidak diwajibkan untuk semua pekerja, tapi secara sukarela tanpa paksaan. “Saya usul sukarela saja, jangan dipaksakan. Kami khawatir akan membebani masyarakat. Sekarang sudah terlihat gejolak dan keresahan dari masyakat. Jadi, sukarela saja, yang berminat silahkan. Anjuran saja, tidak diharuskan,” ucapnya.
Baca Juga: Pemberangkatan Jemaah Calon Haji Kloter 49 Kota Bogor Jangan Sampai Ada Jemaah yang Telantar
Basuki menyatakan, Tapera merupakan salah satu bentuk inovasi pembiayaan tabungan perumahan rakyat. Dia lantas menjelaskan secara singkat data terkait kepemilikan rumah para pekerja di Indonesia. Menurutnya, jumlah backlog atau kesenjangan antara jumlah rumah terbangun dengan rumah yang dibutuhkan masyarakat sebesar 9,9 juta.