RADARDEPOK.COM–Buntut karut marut pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB) ternyata tak hanya berimbas pada kualitas pendidikan. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan Aris Adi Leksono menyebut, ini akan turut berdampak pada karakter mereka.
Anak yang mengetahui proses masuk sekolahnya diperoleh dari kecurangan, kata dia, dalam perjalanan berikutnya akan menggampangkan. Karena mereka tahu, orang tuanya mampu. ”Mereka akan merasa, saya nggak perlu berjuang, saya pasti masuk. Saya tidak perlu berjuang, sudah pasti maju. Karena orang tua saya mampu,” ujarnya dalam keterangannya, kemarin (19/7).
Oleh sebab itu, dia meminta para orang tua untuk sangat berhati-hati dalam berperilaku. Terutama dalam memberikan contoh dan pendidikan moral bagi anak, salah satunya dengan tidak memalsukan data demi masuk sekolah idaman.
Di sisi lain, ia menyesalkan kegaduhan yang terus berulang dalam setiap pelaksanaan PPDB, terutama pada sistem zonasi. Pemerintah seolah tak melakukan evaluasi pada sistem yang sudah berjalan selama tujuh tahun ini. Mengingat, carut-marut di tiap pelaksanaannya selalu saja terjadi. Mirisnya, dengan persoalan yang sama. Seperti kecurangan pemalsuan kartu keluarga (KK), pungutan liar uang PPDB, dan lainnya.
Diakuinya, sistem zonasi memang memiliki tujuan yang baik. Yakni, pemerataan kualitas pendidikan dan tak ada kastanisasi. Sayangnya, realitanya, di lapangan selalu berpolemik.
Karenanya, Permendikbud No 1 Tahun 2021 mendesak untuk segera direvisi. Sehingga, dapat menyesuaikan dengan dinamika di masyarakat. Misalkan soal penentuan zonasi, batasan umur, sertifikat prestasi, dan lainnya.
”Ini menjadi catatan dari KPAI bahwa sistem ini harus segera dievaluasi dan diperbaiki sehingga ke depan tidak terjadi lagi,” tegasnya.
Baca Juga: Cara Berbakti kepada Orang Tua yang Telah Meninggal Dunia, Pintu Taubat Masih Terbuka
Selain itu, lanjut dia, untuk para pelaku kecurangan harus segera di proses berdasarkan peraturan yang berlaku. Jika tidak maka tak ada efek jera bagi mereka dan akan kembali terulang di tahun berikutnya.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama itu juga mendorong, satuan pendidikan melibatkan pihak RT dan RW setempat yang terdekat dengan sekolah dalam pelaksanaan PPDB. Masyarakat juga harus terlibat aktif dalam pengawasan. Dinas pendidikan pun didorong untuk bisa lebih proaktif mengedukasi masyarakat soal PPDB sejak jauh-jauh hari.
”Bila perlu melakukan pendataan, deteksi dini potensi anak yang akan masuk ke sekolah tersebut berapa orang, umurnya berapa, dan seterusnya,” ungkapnya. Hal ini dilakukan dalam upaya sosialisasi. Dengan begitu, masyarakat di sekitar satuan pendidikan paham betul mengenai PPDB zonasi.
Sementara itu, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Natasya Zahra menilai, penerapan sistem zonasi pada PPDB harusnya dilakukan bertahap dengan mempertimbangkan daya tampung sekolah (supply) dan jumlah siswa di daerah tersebut (demand). Kebijakan dapat dimulai dari wilayah-wilayah yang minim ketimpangan supply dan demand-nya.
”Kemudian, ini diiringi dengan perbaikan ketimpangan yang terjadi di wilayah lain,” jelasnya. Dengan begitu, pemerataan sekolah negeri akan berjalan sesuai dengan tujuan tanpa berimbas pada persaingan sekolah swasta.
Implementasi secara bertahap ini, menurut dia, akan tetap menghadirkan unsur kompetisi antar satuan pendidikan. Kompetisi diperlukan untuk meningkatkan efisiensi biaya, mutu, serta mendorong inovasi sebuah produk atau layanan. ”Kompetisi antar sekolah dalam menyediakan layanan pendidikan sangatlah penting bagi pertumbuhan pendidikan itu sendiri,” sambungnya.
Kemudian, terkait pemerataan kualitas sekolah, pemerintah dapat mengintegrasikan data lokal dengan rapor pendidikan yang telah dibuat oleh Kemendikbudristek. Sehingga, identifikasi masalah dapat dilakukan dengan cermat dan dukungan yang diberikan tepat sasaran nantinya.