Selasa, 26 September 2023

Musala Al-Karomah di Depok yang Digadang Jadi Petilasan Raden Panji Wanayasa : Batu Keramat Dimanfaatkan Buat

- Selasa, 24 Januari 2023 | 07:40 WIB
BERKUMPUL : Empat orang sedang berbicang mengenai sejarah petilasan Raden Panji Wanayasa di sebuah pendopo majelis talim Al-Karomah, Kelurahan Jatijajar, Kecamatan Tapos, Kota Depok, Senin (23/1). (WILDA/RADAR DEPOK)
BERKUMPUL : Empat orang sedang berbicang mengenai sejarah petilasan Raden Panji Wanayasa di sebuah pendopo majelis talim Al-Karomah, Kelurahan Jatijajar, Kecamatan Tapos, Kota Depok, Senin (23/1). (WILDA/RADAR DEPOK)

RADARDEPOK.COM - Sejarah dapat dijadikan sebagai objek wisata. Salah satunya Musala Al Karomah yang terletak di Situ Jatijajar, Tapos Kota Depok. Musala ini terbilang tua, dan keramat. Malah tempat ibadah ini sebagai bukti perjuangan pahlawan dalam merebut kemerdekaan bangsa Indonesia.

Laporan : Wilda Apriyani, Kota Depok

Senin (23/1) pagi, burung-burung berkicauan bersahutan tat kala menyambut hadirnya sang surya. Bantaran air yang bewarna hijau menambah sahdu Situ Jatijajar, di Kelurahan Jatijajar, Tapos Kota Depok. Memiliki luas sekitar 6,5 hektar membuat langkah kaki tak surut.

Berjalan ratusan meter menyusuri deretan pepohonan yang mengelilingi danau membentuk hutan kecil. Tampak dari kejauhan bangunan berbentuk rumah ibadah berkelir hijau. Ya itu Musala Al Karomah. Setelah menunggu beberapa saat, keluar pengelola Musala Al Karomah, Iwan. Pria itu mengenakan kaos lengan panjang berwarna gelap, dipadukan dengan celana panjang.

Sambil duduk santai di pelataran musala dan memandangi tenangnya air situ. Iwan mengatakan, kisah tempat bersejarah ini yang banyak dikunjungi masyarakat untuk berdoa dan mengenang sejarah.

Dia mengatakan, pada masa lampau. Wilayah ini menjadi tempat persembunyian para raja ketika pasukannya mengalami kekalahan. Tempat ini juga merupakan petilasan para raja dan pejuang dalam upaya mengendalikan usaha memperebutkan sebuah kemerdekaan. "Kepahlawanan mereka dikenal sebagai Babad Tuk, Kali Sunter atau abad tanah leluhur Tapos" jelas dia.

Salah satunya, tempat ini menjadi petilasan Raden Panji Winayasa, sekitar tahun 1625 silam. Sebagai informasi, Raden Panji Wanayasa, merupaka  putra Bagus Wanabaya dan cucu Pembayun di Kebayunan Tapos. Sempat berjuang melawan VOC Belanda di tahun 1629, dan menjadi ulama di Jatijajar. Diketahui, putra Panji Wanayasa adalah Lie Suntek alias Santri Bethot, yang notabene salah satu penasehat khusus kerajaan Banten.

Sebelum menjadi sarana ibadah, Iwan menuturkan, bahwa awalnya ini bak bangunan tak terawat dan dikenal dengan sebutan keramat. "Banyak orang yang tidak mau datang. Apalagi untuk berlama-lama di lokasi tersebut," kata dia.

Namun, seiring berjalannya waktu. Akhirnya masyarakat merenovasi keramat tersebut menjadi sarana ibadah yang bisa dimanfaatkan untuk menjalankan perintah Sang Khalik.

Memang, tak ada benda-benda peninggalan saat Raden Panji napak tilas di kawasan Jatijajar. Hanya ada satu batu, yang terjaga hingga saat ini. Namun, karena banyak dimanfaatkan masyarakat untuk hal-hal supranatural, akhirnya pihak pengelola menguburkan sebagian batu agar tak disalahgunakan. "Awalnya ada batu, tapi entah kenapa lama-lama seperti menghilang sendiri" ungkap bapak dua anak tersebut.

Pria kelahiran Depok tersebut mengatakan, banyak masyarakat yang datang untuk berziarah dan memanjatkan doa dimakam petilasan tersebut. "Yang datang untuk berziarah tidak hanya warga Depok, tetapi banyak dari berbagai daerah hingga mancanegara yakni Brunei Darussalam," ungkap Iwan sambil duduk santai.

Sebelum memasuki musala, pengunjung dianjurkan untuk berwudhu. Artinya, orang yang berkunjung sudah suci. "Memang setiap orang yang berkunjung harus bersuci, karena tempat ini suci jadi yang masuk juga harus suci," jelas dia.

Matahari pun semakin mengeluarkan kemampuannya. Musala yang berada di tepi situ dikelilingi pohon-pohon besar. Membuat suasana menjadi begitu sejuk. Ketika memasuki makam petilasan, terdapat dua pohon yang berdampingan seperti pintu masuk. Yakni Pohon Laban dan Rengas. Karena letaknya yang berdampingan, sehingga masyarakat menyebutnya Ki Laban dan Nyi Rengas. "Karena bak pasangan abadi yang selalu berdampingan hingga akhir hayat" tutur Iwan sambil menyeruput kopi.

Memang sejak dahulu beberapa pohon sengaja tak ditebang untuk menjaga keasriannya. Seperti yang ada di depan musala pohon berukuran besar. Pohon itu sudah ada pada masa Raden Panji Wanayasa. Namanya Pohon Benda. Tampak begitu besar dan kokoh. Hampir menutupi sebagian bangunan musala.

Halaman:

Editor: Fahmi Akbar

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Prabowo-Ganjar Mencuat, Demokrat Akhirnya Masuk KIM

Jumat, 22 September 2023 | 06:15 WIB
X