RADARDEPOK.com – Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), melakukan beberapa perubahan pada sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2025.
Beberapa perubahan PPDB 2025 yang dilalukan Kemendikdasmen, adalah perubahan dan sistem zonasi, yang dialihkan menjadi sistem zonasi.
Pada penerimaan tahun ini, Kemendikdasmen tidak lagi menggunakan kata PPDB, tetapi menamakan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB).
Selanjutnya, perubahan sistem zonasi yang kini menggunakan sistem zonasi. Menurut Kemendikdasmen, sistem ini akan berdampak pada Kartu Keluarga (KK) yang tidak lagi menjadi syarat pendaftarab siswa, dimana yang berlaku, adalah domisili siswa bersangkutan.
Baca Juga: Viewnya Cakep Banget! Kana Glamping Cocok Buat Liburan Bareng Orang Tersayang di Puncak Bogor
Staf Ahli Bidang Regulasi dan Hubungan Antar Lembaga Kemendikdasmen Biyanto mengatakan, sistem baru ini dirancang sebagai perbaikan sekaligus solusi atas permasalahan PPDB yang selalu muncul setiap tahunnya.
“Pemerintah bukan asal ganti nama, tapi ada kebijakan yang disiapkan agar persoalan PPDB tidak berulang,” kata Biyanto.
Biyanto juga menyampaikan, Kemendikdasmen akan segera menyelesaikan beberapa regulasi yang ada terkait perubahan itu.
Terpisah, pemerhati pendidikan Dadeng Wahyudi mempersilahkan pemerintah melakukan perubahan sistem pada penerimaan calon siswa.
Baca Juga: Sidang Praperadilan Penetapan Tersangka Kasus Dugaan Cabul RK Diputuskan 31 Januari
Tetapi, Dadeng menekankan, apapun sistem yang digunakan harus berjalan secara profesional.
“Saya menekankan pada profesionalisme. Pelaksanaannya harus benar-benar dilaksanakan dengan profesional sesuai dengan juklak dan juknis nya,” kata Dadeng kepada RadarDepok.com.
Pria yang pernah menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Bogor ini menegaskan, dalam pelaksanaan aturan baru ini, Kemendikdasmen harus bersikap adil, tidak pandang bulu sehingga mendatangkan keadilan bagi para calon peserta didik.
“Perlu juga diberikan pencerahan kepada calon para orang tua murid bahwa tidak terlalu memaksakan jika memang peluangnya kecil (masuk sekolah negeri). Masih banyak alternatif sekolah yang lain,” ujar Dadeng.