RADARDEPOK.COM - Di tengah derasnya arus budaya global, ketika generasi muda berlomba-lomba meniru gaya K-Pop atau budaya barat, ada sosok yang justru memilih jalan berbeda—menyatu dengan akar tradisi bangsanya.
Dialah Herjuno Pramariza Fadlansyah, mahasiswa semester lima Program Studi Arsitektur Universitas Indraprasta PGRI (Unindra), yang kini dikenal sebagai dalang milenial penuh dedikasi dan cinta budaya.
Dalam Seminar Hari Wayang Nasional 2025 yang diselenggarakan oleh Senawangi (Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia) di Wisma Kautaman Pewayangan TMII, Herjuno tampil percaya diri, menyampaikan pandangan segar tentang generasi muda dan pelestarian budaya.
“Salah satu kewajiban generasi muda seperti saya adalah melestarikan budaya Indonesia. Kita boleh menyenangi seni budaya asing seperti K-Pop, tetapi mencintai, menekuni, dan mengembangkan seni budaya tradisional negeri sendiri juga sangat penting,” ujarnya tegas di hadapan peserta seminar yang sebagian besar adalah mahasiswa.
Kecintaan yang Berawal dari Sang Kakek
Kecintaan Herjuno terhadap wayang tidak datang tiba-tiba. Sejak kecil ia sering diajak oleh kakeknya, Prof. Dr. Sumaryoto, Rektor Unindra, menonton pementasan wayang kulit, terutama saat acara wisuda mahasiswa dan Dies Natalis Unindra. Dari situlah benih kecintaan terhadap seni pewayangan tumbuh kuat.
“Setiap kali menonton, saya selalu terpesona oleh suara gamelan, gerak wayang, dan tutur sang dalang,” kenang Herjuno.
Sejak itu selain menonton idolanya secara langsung, Prama gemar menonton rekaman pementasan Ki Anom Suroto dan Ki Pamungkas Bayu Aji yang ada di YouTube, dan ia belajar dari rekaman rekaman itu.
Dari Ki Anom Suroto, ia belajar menghayati cerita dan karakter; dari Ki Bayu Aji, ia menekuni teknik sabet—adegan perkelahian yang menuntut ketepatan dan kelincahan.
Bahkan, almarhum Ki Anom Suroto memberinya nama gelar “Herjuno”, yang berarti anak muda yang memiliki bakat dan potensi mendalang.
Sang kakek pernah berkata dengan bangga,
“Kamar Herjuno sudah lama dipenuhi wayang kulit. Uang tabungannya, selain untuk membeli hewan kurban, juga pernah ia gunakan untuk membeli wayang favoritnya seharga sekitar lima belas juta rupiah.”