feature

Tantangan dan Hambatan Pendakian Gunung Semeru dengan Keluarga 5,Salah Jalur, Masuk ke Jalur Kematian Blank 75

Senin, 26 September 2022 | 08:30 WIB
Adam dan Rama ketika berada di Jalur Archopodo bersebelahan dengan jalur Kematian atau Blank 75

Saya sendiri sudah tiga kali ngecamp di Archopodo menuju puncak Semeru pada tahun 2001 dan 2002.  Salah satu dari tiga pendakian itu saya lakukan bersama dengan mantan pacar saya yang kini istri saya.

Namun, karena jalur tersebut dinilai berbahaya, maka petugas membuat jalur baru yang menjauh dari jurang Blank 75.

Selama satu jam perjalanan turun melewati Archopodo bukan persoalan yang mudah, jalur yang menurun membuat dengkul ini terasa sakit karena menahan beban.

Belum lagi dengan kesunyian yang tidak seperti biasanya. Tidak ada suara burung dan suara angin, hanya ada suara ranting patah yang diinjak oleh saya.

“Ngeri ngeri sedaap ini lewat sini,” kata saya dalam hati sambil beberapa kali nengok keatas, tidak ada pendaki lain selain keluarga saya yang melewati jalur kematian itu.

“Yah, jalannya buntu, kemana ini,” kata istri saya setengah berteriak di depan.

“Tahan bun, tunggu ayah,” jawab saya dengan perasaan yang cemas.

Saya perhatikan secara seksama jalur itu, kalau lurus jurang  yang dibawahnya banyak pepohonan yang sudah terbakar.

“Kayanya kekiri bun, ini banyak jejak sepatu ke kiri,” kata saya.

“Coba cek dulu yah,” jawab istri saya.

Saya jalan mengecek jalur kearah kiri, sekiranya jalurnya aman saya kembali lagi.

“Aman bun, ayo lewat sini. Hati hati, jurangnya dalam banget,” kata saya seraya menuntun semua keluarga saya melewati jalur yang hanya dua jengkal orang dewasa dengan jurang yang dalam.

Setelah belok kekiri, jalur sudah menjauhi jurang blank 75, Suasana yang tadinya mencekam sedikit demi sedikit mulai reda.

“Kita istirahat disini dulu bun,” kata saya.

“Yah jalurnya bener kesini, tadi bunda liat ada pendaki make baju orange lewat sini di depan,” kata istri saya.

“Serius bun,” jawab saya seraya bertanya dalam hati tidak ada pendaki menggunakan baju orange ke puncak tadi.

“Iya yah,” kata istri saya meyakinkan.

“Benar kalau gitu jalur kita bun,” kata saya.

Setelah beberapa lama saya dan keluarga istirahat, terdengar suara “Baaaaang….Baaaaang,” teriak pendaki.

“Wooooyyy,” jawab saya.

Halaman:

Tags

Terkini