“Pertama cat dasar, tempel kain, pasang kist, sending, sortir, finising, sortir lagi, finising lagi, sortir lagi,samapi sesuai SOP lah. Sebenarnya, bikin satu pot dengan bikin 10 pot itu sama, butuh minimal tiga hari. Itu untuk pot gerabah dengan diameter sekitar 30X50 meter ya,” jelas dia.
Kesulitan dalam pembuatan batik rekat ini, saat menempelkan kain batik ke media yang akan digunakan. Semakin banyak lekukan, maka akan semakin sulit. Suyono juga harus merangkai terlebih dahulu perpaduan warna dan motif yang akan dia gunakan.
Selain itu, pria yang memakai kalung dengan liontin cicin itu juga merasa kesulitan dalam hal promosi. Karena seorang diri, Suyono harus bisa multitasking, baik berperan sebagai pengrajin maupun marketing.
“Aku ini gaptek, namanya orang jadul. Sementara aku dihimbau oleh masyarakat luas untuk beradaptasi dengan dunia online. Jadi, kesulitanku sebagai seorang yang single fighter harus jadi striker, kiper dan wasit juga,” tutur dia.
Pria yang pernal tinggal di Sulawesi Selatan itu berharap, pemerintah dapat mengadakan pelatihan-pelatihan kerajinan, khususnya batik rekat baik di tingkat provinsi maupun kota. Ini lantaran, dapat membuka lapangan pekerjaan baru bari masyarakat luas.
“Aku hanya made by order di rumah. Jadi, efek dominonya aku tak populer, berharap punya franchise buat buka galeri. Nanti bisa private sharing, aku kesana buat pelatihan sampai mereka paham dengan SOP di berbagai media dan maintenancenya,“ tutup pria dengan suara serak itu. (*)
Artikel Terkait
Aparatur Kecamatan Tapos Bakal Tingkatkan Pelayana
33 Pantarlih Bojongsari Baru Dilantik
Karya Binaan Rutan Depok Ramaikan Turnamen Mobile Legends Polsek Sukmajaya
Perbaikan Stadion Merpati Depok Telan Rp150 Juta
Turnamen Mobile Legends di Depok : 89 Tim Berebut Trofi Kapolsek Sukmajaya