Kendati pendidikan inklusif menawarkan banyak manfaat, tidak semua ABK dapat mengikuti program ini. Hanya ABK dengan kategori tertentu, seperti anak dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), slow learner, dan anak cerdas istimewa, yang umumnya dapat diintegrasikan dalam kelas reguler.
"Kalau anak seperti tuna netra dan tuna wicara itu tetap masuknya ke SLB. Karena kita juga kan keterbatasan peralatan. Kita tidak punya hurus braile," tutur Suhyana.
Suhyana berharap, melalui pendidikan inklusif, diharapkan semua anak dapat berkembang dalam suasana yang saling mendukung dan memahami.
"Selain itu, para guru juga bisa saling memahami ABK yang diajarnya. Ingat, hati yang besar dan keikhlasan adalah kunci kita mendidik ABK," tandas Suhyana.***