Oleh:
Santi, Penyuluh Pajak pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat III
Investasi dalam emas sepertinya tak pernah lekang oleh zaman. Baik dalam bentuk emas perhiasan maupun logam mulia, semua ada pasarnya sendiri-sendiri. Untuk para wanita yang senang keindahan, tak lengkap rasanya bila tidak memakai perhiasan emas. Begitu pula untuk para pria yang sadar investasi, tidak afdhol rasanya kalau sudah investasi saham dan obligasi, tapi tidak berinvestasi juga di logam mulia.
Saya jadi teringat, di tahun 1970 ketika zaman kakek nenek saya pertama kali membeli emas, harga per gramnya hanya Rp. 450,00. Sebagai perbandingan di masa kini, harga emas di Desember 2024 sudah mencapai Rp. 1.500.000,00 per gram. Hanya berjarak 6 bulan, harga emas di Juni 2025 yang sudah mencapai Rp. 2.000.000,00. Kenaikan harga dalam jangka pendek saja sudah mencapai hampir 33%. Luar biasa pesona emas. Sampai para investor pun berlomba-lomba menanamkan “uang dingin”nya dengan harapan mendapat keuntungan fantastis saat menjualnya di masa depan.
Baca Juga: Teh Petra Bikin Skrining Pasien HIV/AIDS di Puskesmas Jampang Satset!
Momentum melonjaknya harga emas ini, tak bisa dipungkiri merupakan unsur yang menjadi penarik banyak pengusaha berlomba-lomba terjun di sektor perdagangan emas. Ada yang berjualan di toko emas fisik dan juga digital. Barriers to entry nya relatif kecil, modal juga tidak terlalu besar, cepat balik modal dan emas termasuk komoditi yang tahan lama.
Dari sisi perpajakan, emas termasuk kategori Barang Kena Pajak (BKP), namun tidak termasuk barang mewah (negative list dari Lampiran PMK 15 tahun 2023). Di dalam kegiatan jual beli, emas tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan tarif normal, melainkan dengan besaran tertentu yang tercermin dalam tarif efektif (Pasal 9A UU no. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan , Pasal 15 PP 44 tahun 2022, PMK 11 tahun 2025 tentang Ketentuan Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak dan Besaran Tertentu Pajak Pertambahan Nilai).
Baca Juga: Sekelas Isi 50 Siswa di Depok! SMA Negeri Jumbo, 316 Calon Siswa Swasta Tarik Berkas
Para warganet yang baru akan terjun maupun yang sudah lama berkecimpung di sektor perdagangan emas, perlu menyadari bahwa kegiatan usaha ini tidak luput dari aspek perpajakan, karena sudah diatur tersendiri dalam PMK no. 48 tahun 2023. Beberapa sorotan yang menjadi fokus utama dalam peraturan ini antara lain:
Pengusaha/pedagang emas, baik Orang Pribadi maupun Badan, wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) walaupun peredaran usahanya belum mencapai Rp. 4.800.000.000,00 dalam setahun.
Dengan dikukuhkannya pedagang emas menjadi PKP, maka wajib untuk memungut PPN dari penjualan kepada konsumen akhir maupun kepada sesama pedagang, membuat faktur pajak (baik faktur pajak digunggung maupun faktur pajak standar), menyetorkan serta melaporkan pemungutan PPN ini ke dalam SPT Masa PPN setiap bulannya.
Karena komoditi emas merupakan BKP tertentu yang menggunakan besaran tertentu, tarif PPN yang diterapkan bergantung kepada lengkap atau tidaknya dokumen Faktur Pajak pada saat pembelian di awal, serta kepada siapa emas itu dijual.
Baca Juga: Sekolah Swasta Gratis Depok Kopong 488 Kursi, Ade Firmansyah : Faktor Utamanya Jarak Tempuh
Artikel Terkait
Penerimaan Pajak Triwulan I 2025 : Kanwil DJP Jawa Barat III Raih Rp5,97 Triliun dengan Pertumbuhan 6,4 Persen
Sita Serentak Kick Off! DJP Jawa Barat Sita 133 Aset Penunggak Pajak
Kinerja Kanwil DJP Jawa Barat III Dorong Stabilitas Fiskal Jawa Barat Hingga Mei 2025, Simak Selengkapnya!
Kode Otorisasi DJP, Wajib Punya Untuk Lapor SPT