Senin, 22 Desember 2025

Dr. Prathama Persada : Fenomena Kebocoran Data Pribadi di Indonesia Ancaman Serius Bagi negara dan masyarakat

- Senin, 17 Juli 2023 | 14:19 WIB
Pakar Keamanan Siber Indonesia,  Dr.  Pratama Pershada
Pakar Keamanan Siber Indonesia, Dr. Pratama Pershada

Hanya saja pada data sample yang diberikan oleh akun anonim 'RRR' data tersebut masih kosong semua. Selain data yang terkait dengan EKTP, ada beberapa field seperti IP_PET_REG, NAMA_PET_ENTRI, NIP_PET_ENTRI, TGL_ENTRI yang bisa dimanfaatkan untuk verififikasi apakah betul data bersumber dari disdukcapil.

"Dari hasil investigasi singkat CISSReC, beberapa nama yang tercantum dalam field "NAMA_PET_ENTRI" adalah karyawan dari Disdukcapil," imbuh dosen tetap STIN dan PTIK ini.

Hacker dengan nama anonim "RRR" tersebut tidak hanya memberikan informasi kebocoran data dari Disdukcapil saja. di Forum tersebut akun "RRR" juga memberikan serta menawarkan beberapa data Indonesia lainnya seperti 1.3 Trilyun data registrasi simcard, 36 Juta data Kendaraan Bermotor, 272 Juta data BPJS, 2 Juta data photo dari BPJS, 34 Juta data Passport, 6,9 Juta data Visa, 186 Juta data KPU, 1 Trilun data Kemendesa, 337 Juta data Disdukcapil serta yang paling baru adalah 6,8 Juta data DPT provinsi DKI.

Selain data dari negara Indonesia, akun "RRR" juga menawarkan beberapa data yang juga didapatkan dari negara lainnya seperti 15 Juta data korporasi Jepang, 108 Juta data Iran Telecom, 3 Juta data kendaraan & 2.8 Juta data penduduk Lebanon, 28.6 Juta data pekerja Taiwan, 23.5 Juta data kependudukan Taiwan, 30 Juta data pribadi penduduk Thailand, 789 Juta data pemilih India, 10 Juta data dari operator telekomunikasi Jordania, 23 Juta data facebook Jepang serta 51 Juta data facebook Vietnam.

Melihat seringnya terjadi kebocoran data pribadi, pemerintah harus lebih serius dalam menerapkan hukum dan regulasi terkait dengan Pelindungan Data Pribadi. Dalam kasus kebocoran data, pihak-pihak yang harus bertanggung jawab adalah perusahaan sebagai pengendali atau pemroses data, serta pelaku kejahatan siber yang menyebarkan data pribadi ke ruang publik.

Untuk pihak-pihak yang berdomisili di Indonesia kita bisa menggunakan UU PDP pasal 57 sebagai dasar tuntutan.

Pakar yang sedang mengambil studi di Lemhanaa ini menambahkan bahwa UU PDP bukanlah tidak ampuh, namun belum bisa diterapkan secara maksimal karena adanya beberapa hambatan.

UU PDP memang sudah disahkan pada tahun 2022 dan langsung berlaku saat diundangkan, namun DPR dan pemerintah masih memberikan masa transisi selama 2 tahun, seperti diatur dalam UU PDP pasal 74, untuk semua pihak mulai menyesuaikan kebijakan internal sesuai dengan diatur dalam UU PDP termasuk salah satunya adalah merekrut Petugas Pelindungan Data (Data Protection Officer).

Namun pelanggaran terkait UU PDP yang dilakukan selama masa transisi tersebut sudah dapat dikenakan sanksi hukuman pidana, hal ini sesuai dengan pasal 76 UU PDP yang menyebutkan bahwa undang-undang berlaku sejak tanggal diundangkan, meskipun untuk sanksi administratif masih harus menunggu turunan dari UU PDP.

Hal ini tentu saja berbeda dengan UU no 1 tahun 2023 tentang KUHP dimana dalam pasal 624 UU KUHP diatur bahwa UU KUHP mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun
terhitung sejak tanggal diundangkan.

"Hanya saja sanksi hukuman tersebut hanya dapat dijatuhkan oleh lembaga atau komisi yang dibentuk oleh pemerintah dalam hal ini adalah Presiden. Sehingga jika komisi PDP tersebut tidak segera dibentuk, maka pelanggaran yang dilakukan tidak akan dapat diberikan sanksi hukuman. Oktober 2024 adalah batas maksimal diberlakukannya UU PDP secara penuh, namun seharusnya bisa lebih cepat jika pemerintah sudah membentuk lembaga nya serta turunan UU nya," Ucap Dr. Pratama Persadha

"Jadi yang perlu secepatnya dilakukan oleh pemerintah adalah Presiden segera membentuk komisi PDP sesuai amanat UU PDP pasal 58 s.d. pasal 60 UU PDP dimana lembaga pengawas PDP ini berada di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden, karena dengan melakukan pembentukan lembaga atau otoritas tersebut proses penegakan hukum serta pemberian sanksi bisa segera diterapkan sehingga diharapkan dengan diterapkan sanksi administratif serta sanksi hukum yang ada di UU PDP, pihak pihak yang terkait dengan data pribadi lebih perhatian terhadap keamanan data pribadi. Hal ini adalah supaya kasus-kasus insiden kebocoran data pribadi dapat diselesaikan dengan baik dan rakyat bisa terlindungi" Ucap pakar kemanan siber ini menutup releasenya.***



Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X