RADARDEPOK.COM - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, kembali mengajak seluruh warga Jawa Barat untuk menumbuhkan semangat solidaritas sosial melalui Gerakan Sapoe Sarebu atau dikenal juga sebagai Gerakan Poe Ibu.
Ajakan ini ia sampaikan melalui unggahan di akun Instagram resminya, @dedimulyadi71, pada Selasa, 7 Oktober 2025.
Dalam video tersebut, Dedi menjelaskan bahwa gerakan ini bukanlah kebijakan yang bersifat memaksa, melainkan bentuk ajakan untuk saling tolong-menolong di lingkungan masyarakat.
Menurut Dedi, konsep Gerakan Sapoe Sarebu sejatinya bukan hal baru bagi warga Jabar. Tradisi seperti ini telah lama hidup di berbagai daerah dengan beragam istilah lokal, seperti “beas perelek”, “beas jimpitan”, dan bentuk gotong royong lainnya.
Baca Juga: Pimpin Apel Gabungan, Sekda Kabupaten Bogor Sentil Kebiasaan OPD yang Copy Paste Kegiatan
Salah satu contoh nyata datang dari Kelurahan Selaawi, Kota Tasikmalaya, yang sudah lama menerapkan kebiasaan menabung Rp1.000 per hari untuk membantu warga yang membutuhkan.
“Gerakan sapoe sarebu atau poe ibu itu sebenarnya hanya istilah yang saya buat saja, karena kegiatannya sudah lama dilaksanakan di berbagai tempat di Jawa Barat, baik di desa maupun kelurahan. Seperti di Kelurahan Selaawi, masyarakatnya sudah melaksanakan sehari seribu. Jadi, tidak usah diubah atau ditambah menjadi dua ribu hanya karena ada ajakan dari gubernur,” ujar Dedi.
Dedi menegaskan, tidak ada pungutan yang dikumpulkan oleh pihak pemerintah provinsi, apalagi dirinya secara pribadi.
Dana yang terkumpul sepenuhnya dikelola secara mandiri di tingkat RT, RW, kelurahan, atau kelompok masyarakat, seperti kelompok arisan atau organisasi sosial lainnya.
“Saya tidak memungut uang, tidak meminta iuran untuk diserahkan pada gubernur. Iurannya dilaksanakan di RT, RW, kelurahan, atau kelompok masyarakat lainnya. Mari, kita bersama-sama membantu saudara-saudara kita,” jelasnya.
Lebih lanjut, Dedi menjelaskan bahwa tujuan utama gerakan ini adalah menolong sesama yang sedang kesulitan, terutama mereka yang membutuhkan biaya tambahan di luar jangkauan bantuan pemerintah.
Misalnya, warga yang anaknya sekolah namun belum punya seragam, atau pasien yang berobat menggunakan BPJS tetapi tidak memiliki ongkos untuk transportasi ke rumah sakit di luar kota, seperti ke Bandung atau Jakarta.