“Pos pengaduan itu kan seharusnya tugas RT, RW, atau kepala desa. Tapi saya bikin karena saya enggak ada kerjaan. Jadi daripada enggak ada kerjaan, lebih baik menerima aduan masyarakat dan menyelesaikan,” ucapnya dengan nada tegas.
Dedi juga menjelaskan bahwa sebagian besar kewenangan eksekutif di daerah berada di tangan bupati dan wali kota, sementara posisi gubernur lebih berperan sebagai koordinator dan penghubung antara pemerintah pusat dan daerah.
“Kerjaan kan punya bupati semua. Wilayah punya Bupati. Gedung Sate saja itu di Kota Bandung, wilayahnya wali kota,” ujarnya sambil tersenyum.
Meskipun begitu, Dedi menegaskan bahwa dirinya tetap aktif berperan dalam mengorkestrasi komunikasi dan koordinasi antar kepala daerah.
Ia mencontohkan bagaimana permasalahan regulasi terkait pemilihan kepala desa di Indramayu bisa diselesaikan hanya lewat komunikasi cepat melalui pesan singkat.
“Saya ingin menjadi gubernur yang bisa mengorkestrasi para bupati dan wali kota. Enggak perlu rapat,” ucapnya.
Dedi mengungkap bahwa jika para kepala daerah tidak perlu melakukan rapat panjang hanya untuk melaporkan masalah. Para Bupati atau Walikota cukup lewat WA saja.
“Misalnya kemarin, ada masalah pemilihan kepala desa di Indramayu yang terhambat karena regulasi. Cukup lewat WA, Wakil Bupati hubungi saya, saya WA ke Mendagri, dan dalam lima menit surat edarannya keluar,” tuturnya.***