RADARDEPOK.COM - Asosiasi Produsen Perhiasan Indonesia (APPI) mengadukan kendala pengawasan pemungutan pajak atas perhiasan kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.
Hal ini siampaikan saat pertemuan singkat dengan wartawan usai rapat di kantor Kementerian Keuangan pada Kamis (23/10/2025).
Purbaya juga menyampaikan bahwa asosiasi meminta agar beban pajak atas perhiasan dibebankan langsung kepada produsen, bukan semata-mata dikenakan di tingkat konsumen akhir.
Baca Juga: Dosen FEB UI Mengajar dan Belajar “Sustainability” bersama Prince of Songkla University di Thailand
Permintaan itu lahir dari praktik sebagian produsen menurut asosiasi sebagian besar yang tidak melengkapi administrasi pajak (mis. surat keterangan pembelian) dan langsung menjual barangnya ke toko emas tanpa memungut atau menyetor PPN.
Akibatnya, otoritas fiskal kesulitan menelusuri alur penjualan dan terjadi potensi kebocoran penerimaan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2023, total beban pajak atas emas perhiasan tercatat sekitar 3%, yang terdiri dari 1,1% di tingkat produsen dan 1,6% PPN di tingkat konsumen akhir.
Baca Juga: 4 Pelindungan Peserta yang Didapatkan dari Program Magang Nasional
Usulan APPI adalah menggabungkan atau memindahkan seluruh beban 3% ke produsen, sehingga pungutan dan penyetoran pajak dapat dipusatkan di hulu industri.
“Mereka minta kita mengadjust kebijakan yang berhubungan dengan produsen perhiasan yang dianggap ilegal,” ujar Purbaya.
Kegiatan ilegal yang dimaksud adalah yang dilakukan oleh produsen yang tidak menyertakan dokumen pembelian atau surat keterangan beli, sehingga aktivitas penjualannya ke toko-toko emas tidak terpantau dan tidak disertai penyetoran pajak.
Asosiasi juga mengungkap bahwa ada sekitar 90% merupakan produsen ‘gelap’ atau yang tidak membayar pajak.
“Kalau memang 90% produsennya gelap, maka beban PPN yang seharusnya masuk ke negara tidak masuk. Solusinya, menurut mereka, yaitu dikenakan 3% langsung di pabrik-pabriknya supaya lebih cepat terkontrol.” lanjutnya.***