Kisruh juga terjadi dalam pemungutan suara di luar negeri. Di Hongkong, kemarin (13/2) puluhan ribu WNI gagal nyoblos di TPS akibat gagalnya KPU melalui PPLN mempersiapkan proses pemungutan suara. Migrant CARE menyebut sekitar 70 ribu WNI gagal menyalurkan hak suaranya.
Direktur Eksekutif Migrant CARE Wahyu Susilo mengungkapkan, ada banyak masalah yang dihadapi para PMI (pekerja migran Indonesia) di Hongkong dalam proses menggunakan hak pilihnya di Pemilu 2024. Mereka tiba-tiba tidak diperkenankan nyoblos di TPS lantaran disebut masuk list DPT yang memilih lewat metode pos.
Padahal, sejak awal mereka terdaftar untuk bisa langsung memberikan hak suara di TPS. ”Tapi, sama sekali tidak ada pemberitahuan kepada teman-teman pekerja migran,” ungkap Wahyu yang tengah berada di Hongkong untuk memantau langsung jalannya Pemilu 2024.
Kalaupun ada pergantian metode sejak jauh-jauh hari, kata dia, seharusnya para PMI mendapatkan surat suaranya. Nyatanya, banyak di antara mereka yang hingga hari H pemungutan suara tak menerima pengiriman surat suara melalui pos seperti yang disampaikan.
Baca Juga: Aliansi BEM Bersama MWA UI Serukan Pemilu Netral, Siap Kawal Pesta Demokrasi Hingga Tuntas
”Bahkan, ada yang sudah jauh-jauh datang, mengorbankan waktu libur dan susah payah izin, tapi sampai di TPS, di KJRI, dia ditolak. Bahkan untuk menjadi DPK pun (ditolak, Red),” paparnya.
Akibatnya, hanya sekitar 3.290 WNI yang bisa ikut nyoblos. Sementara itu, 70 ribu lainnya masih tidak jelas nasibnya.
Wahyu mencium adanya keanehan. Sebab, tiba-tiba jumlah TPS dikurangi, dari awalnya akan dibangun 30-an TPS, hanya terealisasi 4 TPS. ”KPU dan Bawaslu harus memastikan teman-teman PMI ini mendapatkan hak politiknya. Mereka sudah bersusah payah untuk bisa ikut nyoblos,” tegasnya.
Di London, Inggris, salah seorang WNI dalam unggahan media sosialnya @romaitoazhar mengaku dilarang nyoblos oleh PPLN London. Dalam video yang dibagikan, dia mengatakan banyak orang Indonesia tak bisa ikut voting pemilihan presiden. Alasan yang disampaikan pihak panitia beragam. Mulai pendaftaran tutup hingga kertas habis.
Hal itu membuatnya geram lantaran sudah di sana jauh sebelum batas waktu terakhir. ”Kami diberi jadwal sampai jam 6 dan kami sudah datang sebelum jam 6 tepat. Tapi, kami tidak bisa melakukan pemilihan dengan berbagai alasan,” katanya.
Afrilia, WNI lain, mengaku kecewa lantaran proses yang begitu lama. Dia dan keluarganya harus menunggu sampai lima jam hingga bisa nyoblos. Bahkan, salah seorang rekannya yang datang dari Manchester akhirnya batal menggunakan hak suaranya imbas waktu tunggu yang sangat lama.
Baca Juga: Film Dirty Vote Dinilai Buka Tabir Penguasa, Sudah Nonton?
Dia terpaksa pulang lantaran khawatir tertinggal kereta. ”Jujur, untuk alur di sana memang kurang mendukung ya. Jadi, penuh sesak, antrean pun lama banget. Petugasnya juga sepertinya sangat kurang untuk mengakomodasi antrean yang di luar,” ungkap perempuan yang tengah menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi di Inggris itu.
Artikel Terkait
Begini Jawaban Gerry Wahyu Riyanto Soal Program Andalan Prabowo Subianto : Itu Wujud Nyata Gerakan Indonesia Emas
Nuroji Ungkap Program Unggulan : Mulai dari Pendidikan hingga Kreativitas Anak Muda
Poros Perubahan untuk Depok, Partai Nasdem dan Partai Ummat Hadirkan NasMat
Minggu Tenang Pemilu di Depok, Simak Pesan Imam Budi Hartono
Bawaslu Depok Ingatkan Pengawas Pemilu Kecamatan Hingga TPS Tingkatkan Koordinasi
Nofel Saleh Hilabi Dorong Pemerintah Gratiskan Biaya Pendidikan
Di Depok Muncul Dugaan Politik Uang, Ini Penjelasannya Menurut Islam : Dibenci Allah SWT saat Kiamat