RADARDEPOK.COM–Pantas saja kepengurusan di Koperasi Merah Putih Kelurahan se-Kota Depok mendadak wajah baru, di lingkungan yang asing. Riak sejumlah tuduhan pun hanya bisa didengarkan tanpa berani disuarakan. Uang segar Rp5 miliar dari pusat siap digelentorkan, disebut-sebut jadi pemicunya.
Entah kini Koperasi Merah Putih di 63 kelurahan sudah legal atau belum. Bila dikalkulasikan Kota Depok nantinya akan menerima Rp315 miliar.
Temuan Radar Depok ada beberapa pembentukan kepengurusan Koperasi Merah Putih sarat orang ‘titipan’. Kendati tidak ada larangan soal latar belakang pengurus koperasi, namun hal ini bertolak belakang dengan prinsip dasar koperasi, yaitu sukarela dan terbuka, pengelolaan yang demokratis, serta pendidikan anggota.
Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios), Muhammad Saleh menyebut, pembentukan Koperasi Desa Merah Putih sarat pelanggaran terhadap prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan berpotensi menimbulkan masalah hukum. Sebab, hingga saat ini pemerintah belum pernah merilis kajian hukum atau naskah akademik yang menjadi dasar pembentukan Koperasi Desa Merah Putih.
Baca Juga: Neo Sport Cafe CB650R Terbaru, Makin Gagah dengan Teknologi Terkini
“Baik kepala desa, NGO, akademisi, maupun masyarakat sipil tidak menerima satu pun kajian tertulis. Yang terjadi justru kepala desa diminta menonton video lalu diberi instruksi untuk segera membentuk koperasi,” katanya.
Padahal, lanjut Saleh, menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, setiap kebijakan publik harus mengacu pada prinsip kehati-hatian dan dasar hukum yang objektif. Ketiadaan kajian yang mendalam dinilai melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).
Celios juga menyoroti minimnya transparansi dalam perumusan kebijakan Koperasi Desa Merah Putih. Mengacu pada UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, masyarakat memiliki hak untuk mengetahui seluruh tahapan kebijakan pemerintah, mulai dari perencanaan hingga evaluasi. Namun, menurut Saleh, pembentukan Kopdes tidak disusun secara terbuka.
Tak hanya itu, Celios menilai pembentukan Koperasi Desa Merah Putih mengabaikan prinsip partisipasi publik yang seharusnya menjadi bagian dari pelayanan publik sebagaimana diatur dalam UU No. 25 Tahun 2009.
“Instruksi pembentukan Kopdes datang dari atas, tanpa ruang sanggah. Ini bukan kebijakan yang akuntabel,” jelas Saleh.
Baca Juga: Wacana Pemekaran Provinsi Baru Kembali mencuat, Depok dan Bogor Masuk Provinsi Sunda Pakuan
Dirinya juga menilai pembentukan Koperasi Desa Merah Putih bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Berdasarkan aturan tersebut, kata dia, koperasi seharusnya lahir dari inisiatif anggota, bukan instruksi pemerintah pusat.
Ia menambahkan, struktur Koperasi Desa Merah Putih saat ini justru menempatkan kepala desa sebagai ketua pengawas secara ex officio yang bertentangan dengan prinsip demokrasi koperasi.
Artikel Terkait
Banyak Titipan! Pembentukan Koperasi Merah Putih di Depok Dianggap Semrawut : Dinas Persilakan untuk Pemilihan Ulang
Banyak Kejanggalan! Pemkot Depok Evaluasi Pembentukan Pengurus Koperasi Merah Putih : Begini Kata Walikota Supian Suri
Seluruh Kelurahan Sudah Lakukan Pembentukan, Kecamatan Tapos Depok Jadikan Koperasi Merah Putih Motor Pemberdayaan Ekonomi
Pembentukan Koperasi Merah Putih di Depok Berujung Somasi : Walikota Pastikan Sesuai Prosedur
63 Pengurus Koperasi Merah Putih Dikukuhkan, Walikota Depok Supian Suri : Ekonomi Harus Menyentuh Masyarakat hingga Kelurahan