“Harapannya cuma satu: kapan rezeki itu datang.”
Mereka berharap ada perhatian dari pemerintah maupun lembaga kemanusiaan untuk membantu proses pemulihan rumah mereka yang kini hanya tersisa puing-puing.
Sementara itu, Safran Simanulang (53), suami Daraini, mengingat jelas malam saat banjir menerjang. Peristiwa itu terjadi pada malam Rabu, beberapa jam setelah warga mulai ramai melaporkan naiknya air sejak Selasa sore.
“Kami ketiduran. Dibangunin orang, katanya ‘bangun bangun, air sudah tinggi sekali'. Waktu bangun, air sudah sedada,” tutur Safran.
Baca Juga: BNPB Percepat Pembangunan Huntara untuk Warga Terdampak Bencana di Kabupaten Lima Puluh Kota Sumbar
Mereka buru-buru keluar rumah menuju pos jaga. Di tengah kepanikan, mereka melihat rumah tetangga sudah lebih dulu ambruk.
“Kami keluar jam 3 subuh. Air sedada. Rumah tetangga ambruk duluan, kami terakhir,” tambah Safran.
Banjir besar itu, kata Safran, datang dari arah Pasar Baru. Seluruh aliran air mengarah ke permukiman mereka. “Bukan dari pantai, air dari sungai semua ke sini,” jelasnya.***
Artikel Terkait
Gerakan Anak Negeri Sudah Tempuh Jarak 1.665 Kilometer di Sumatera, Aksi Kemanusiaan Baru Dimulai
Trauma Healing ala Gerakan Anak Negeri: Pohon Harapan untuk Anak-anak Penyintas Bencana
Terkena Dampak Bencana! Kini Listrik Rumah Sakit di Aceh Kembali Normal
Ratusan Ribu Porsi MBG Dinikmati Masyarakat Terdampak Bencana di Sumatera dan Aceh
Pelayanan Kesehatan Minim, Ratusan Warga Gunung Kelambu Serbu Posko Gerakan Anak Negeri
Kesaksian di Tengah Bencana Sumatera: Antara Penjarahan dan Kemanusiaan
Pasca Obati Hampir 200 Pasien Dalam Sehari, Gerakan Anak Negeri Bakal Sisir Wilayah Terisolir