Setidaknya, kata Yusfitriadi, terdapat tiga Partai Politik (Parpol) yang suaranya meningkat drastis ataupun sebaliknya di tingkat nasional. Tentunya, hal ini juga mempengaruhi tersingkirnya caleg petahana dalam merebutkan kembali kursi DPRD.
"Kondisi ini akan mempengaruhi raihan kursi termasuk menjadikan petahana tersingkir seperti Partai Nasdem yang melejit suaranya sebagai efek pencalonan Anies dan Muhaimin. Bahkan di banyak daerah, Partai Nasdem pada Pemilu 2019 tidak mendapatkan kursi, hasil pemilu 2024 merebut banyak kursi," beber Yusfitriadi.
Yusfitriadi menjelaskan, hal itu mengakibatkan sejumlah caleg petahana harus tersingkir dari bangku yang sebelumnya diduduki dengan kemungkinan yang sangat besar.
Baca Juga: Berikut Nama dan Raihan Suara 50 Caleg DPRD Depok Terpilih! Ada yang Tembus 18.150 Suara
"Begitupun dengan raihan suara Partai Golkar, berhasil menambah banyak kursi di hampir seluruh daerah di Indonesia. Sama halnya dengan PDIP, namun kalau Nasdem dan Golkar naik," bedah Yusfitriadi.
Sebaliknya, ungkap Yusfitriadi, perolehan suara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) justru menurun daripada Pemilu sebelumnya. Sehingga, banyak kursi PDIP yang berhasil direbut pendatang baru di sejumlah daerah.
"Kemudian, terlalu percaya diri. Namanya petahana sudah menganggap dirinya sudah populis, bahkan menganggap masyarakat akan kembali memilih dirinya. Sehingga kepercayaan diri yang berlebih tersebut mengakibatkan komunikasi politik dengan masyarakat tidak prioritas. Sehingga komunikasi dengan masyarakat posisinya digantikan dengan calon anggota legislatif yang baru," papar Yusfitriadi.
Selanjutnya, kata Yusfitriadi, pengaruh lainnya yakni caleg petahana selama menjabat tidak kuat dalam memelihara basis akar rumput dengan berbagai janji kampanyenya.
"Otomatis masyarakat akan mencoba dengan wakil rakyat yang baru," ujar Yusfitriadi.
Di sisi lain, jelas Yusfitriadi, gagalnya caleg petahana itu dianggap sebagai hukuman politik dari masyarakat yang merasa kecewa atas janji kampanye yang pernah dilontarkan, namun tak kunjung diwujudkan.
"Karena selama menjabat tidak menepati janji kampanye, lemah membangun komunikasi politik, bersikap elitis, tidak peduli terhadap masalah masyarakat di daerah pemilihan. Sehingga, sangat wajar ketika masyarakat menghukum dengan cara tidak memilihnya kembali pada Pemilu 2024," terang Yusfitriadi.
Baca Juga: Nasdem Walk Out Rapat Pleno Pengitungan Pemilu 2024 di Depok, KPU dan Bawaslu Dituduh Curang
Sedangkan, Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komaruddin memaparkan, perolehan suara caleg petahana yang berkurang dalam Pemilu 2024 juga terjadi pada tingkatan kota/kabupaten, provinsi hingga RI.