RADARDEPOK.COM – Pertamina secara resmi melarang penjualan elpiji 3 kilogram (Kg) atau si melon ke pengecer pada 1 Februari 2025. Semua penjualan gas melon hanya boleh dilakukan agen dan pangkalan.
Kendati demikian, bagi pengecer yang berminat dapat mendaftar sebagai pangkalan dengan sistem Online Single Submission (OSS), melalui laman www.oss.go.id untuk mendapat nomor induk berusaha (NIB).
Proses pendaftaran ini mengintegrasikan nomor induk kependudukan (NIK) dengan sistem kependudukan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), sehingga mempermudah proses administrasi.
Baca Juga: Kapolri: Respon Cepat Aduan Masyarakat, Jangan Tunggu Viral!
Meski para pengecer gas melon diberi kesempatan untuk mendaftar. Hal ini belum disosialisasikan dengan baik di lingkup masyarakat, mengingat banyak pengecer di Kota Depok yang belum tahu adanya informasi tersebut.
Salah satu pengecer gas di Pancoranmas, Kurniawan mengaku, ia belum mengetahui adanya kebijakan Pertamina soal larangan pengecer menjual gas melon.
Sama halnya dengan informasi soal kebijakan daftar pangkalan untuk pengecer. Yang ia tahu, gas melon saat ini sedang langka.
Baca Juga: KPK Angkat Bicara Soal Dugaan Korupsi Pengadaan Lahan SMPN 35 Depok, Ternyata Sudah Masuk Tahap Ini
“Soal kebijakan yang baru itu saya kurang tahu. Saya baru dengar malah. Yang saya tahu itu gas lagi langka, mungkin sudah lima hari gas enggak ada,” tutur Kurniawan, Minggu (2/2).
Meski gas melon sedang sulit untuk didapat, Kurniawan membeberkan, untuk harga gas yang ia beli dari pangakalan tidak ada kenaikan. Berkisar Rp18 hingga 20 ribu, yang kemudian dijual dengan harga Rp22 ribu.
“Semua gas yang dijual biasanya segitu (Rp22 ribu). Paling mahal mungkin Rp23 ribu,” beber Kurniawan.
Baca Juga: Pelantikan Kepala Daerah 6 Februari 2025 Batal, Mendagri Tito Karnavian Ungkap Alasannya!
Sementara itu, salah satu pengecer gas di Tirtajaya, Bachrudin mengatakan, informasi soal kebijakan Pertamina itu baru pertama kali ia dengar. Namun ia berharap, adanya kebijakan ini tidak mempersulit rakyat kecil.
“Kalau saya pribadi tidak mempermasalahkan itu kebijakan menggunakan aplikasi atau gimana. Intinya, jangan sampai hal ini menyusahkan rakyat kecil,” tutur Bachrudin.
Karena, sambungnya, tidak menutup kemungkinan kebijakan yang baru tersebut akan menutup rezeki untuk rakyat kecil, mengingat tidak semua pedagang kecil paham dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat.