Sementara itu dilansir dari berbagai sumber Radar Depok, program MBG di Kota Depok mulai dilaksanakan pada 6 Januari 2025. Saat ini, program tersebut sudah menyasar 47.938 siswa dari total 157 sekolah dari tingkat PAUD hingga SMA dan sederajat.
Dapur MBG atau SPPG yang sudah beroperasi di Kota Depok kini mencapai 32. Sementara delapan dapur lainnya tinggal menunggu waktu untuk beroperasi. Artinya SPPG di Kota Depok saat ini bakal mencapai 40 dan terus berkembang.
Dalam satu SPPG bisa memproduksi makanan minimal 3.000 hingga 16.000 porsi dalam sehari. Makanan ini mulai diproduksi SPPG sejak dini hari, hingga akhirnya diantar ke beberapa sekolah terdekat dari dapur tersebut.
Temuan dugaan keracunan MBG di Kota Depok pertama kali mencuat pada Juli 2025 di salah satu madrasah di Kelurahan Bedahan, Kecamatan Sawangan. Dalam hal ini 15 anak mengalami keluhan demam, diare, sakit perut dan mual-mual.
Jika dikaitkan dengan data nasional sepanjang Januari hingga September 2025, terdapat 5.626 kasus dugaan keracunan MBJ di 17 provinsi. Terbaru, dugaan keracunan MBG terjadi di Kabupaten Bandung Barat dengan total 1.333 siswa.
Baca Juga: Angkot Hantam Dua Kendaraan di Jalan Bojongsari Raya Depok : Korban Luka Parah, Mobil Ringsek
Selain itu ada juga kasus dugaan keracunan MBG di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah. Garut dan Tasikmalaya, Jawa Barat. Hingga Baubau, Sulawesi Tenggara.
Dari hasil investigasi Badan Gizi Nasional, dugaan keracunan tersebut disebabkan karena adanya jeda yang cukup lama antara makanan yang selesai dimasak dengan waktu konsumsinya. Seharusnya, setelah makanan jadi langsung disantao, tidak boleh lebih dari enam jam.
Di sisi lain, Kementerian Keuangan mencatat bahwa realisasi belanja anggaran program MBG per 8 september sudah terserap mencapai Rp13 triliun, dari total Rp71 triliun.
Korwil Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Depok, Rakha Pratama mengakui, kasus tersebut menjadi perhatian serius pihaknya. Menurutnya, pengawasan terhadap pelaksanaan MBG perlu diperketat, terutama dalam aspek teknis penyajian dan distribusi makanan.
“Pengawasan terhadap dapur MBG harus lebih ketat, termasuk kepatuhan terhadap SOP (Standar Operasional Prosedur) yang sudah ditetapkan,” ujar Rakha kepada Radar Depok, Kamis (25/9).
Rakha menekankan, tugas SPPG bukan hanya sebatas koordinasi administratif, tetapi juga menjamin kualitas dan keamanan makanan yang dikonsumsi siswa setiap harinya.
“Setiap dapur dan penyedia makanan harus mematuhi standar kebersihan, penyimpanan, dan distribusi sesuai dengan panduan dari dinas,” ujar Rakha.
Namun begitu, Rakha menjelaskan, tidak semua elmen dalam program MBG berada dalam lingkup kewenangan SPPG. Salah satunya terkait pengadaan ompreng, yang diduga mengandung unsur non halal.
“Untuk pengadaan ompreng, itu bukan berada dalam wewenang saya. Tapi tentu kami mendorong agar instansi yang berwenang, seperti BPOM dan Dinas Kesehatan, segera melakukan uji sampel agar isu ini tidak menjadi liar di masyarakat,” jelas Rakha.