Politisi PDIP itu pun menyorot tajam Hibisc Fantasy Puncak milik PT Jaswita Jabar. Sebelum wahana itu dibangun, tidak pernah terjadi banjir seperti sekarang.
“Dulu sebelum perkebunan teh dirusak, masih dapat menyerap air. Tapi sekarang langsung ke bawah menuju permukiman penduduk," katanya.
Slamet pun menyarankan, perkebunan teh di kawasan Puncak dikembalikan lagi seperti dulu pemanfaatannya. Semua bangunan yang ada dievaluasi, tanpa kecuali.
“Kembalikan ekosistem yang sebelumnya ada di kawasan perkebunan teh Gunung Mas Puncak. Agar Puncak kembali seperti dulu sebagai kawasan konservasi dan serapan air hujan," tandasnya.
Sementara, Wakil Menteri Pekerjaan Umum, Diana Kusumastuti menyebut banjir bandang yang terjadi di kawasan Puncak, Kecamatan Cisarua, disebabkan oleh penyempitan badan sungai.
Menurutnya, area sungai yang dulunya lebar kini sempit karena di kiri dan kanannya dibangun rumah oleh masyarakat.
"Saya melihat bahwa sungai yang dulunya lebar, sekarang menjadi sempit karena banyak sekali rumah-rumah di bantaran sungai. Air itu tentunya mencari jalannya sendiri, sehingga harapan saya jangan dihuni," katanya.
Baca Juga: Polres Bogor Turunkan Polwan untuk Bantu Pulihkan Mental Korban Banjir Bandang di Puncak
Wamen Diana pun mengimbau kepada masyarakat untuk tidak bertempat tinggal di bantaran, karena akan mempersempit badan sungai.
Direktur Eksekutif Walhi Jabar, Wahyudin mengatakan, kerusakan alam di kawasan Puncak, Cisarua, meningkat drastis dalam lima tahun terakhir. Bahkan jika di hitung perhari ini, kerusakan akibat alih fungsi kawasan dapat di perkirakan menjadi 65% atau setara dengan setengah lebih luas kawasan Puncak.
Akibatnya, Wahyudin berujar, kemampuan tanah untuk menyerap air hujan berkurang drastis. Properti dan fasilitas pariwisata yang tak terkendali juga berkontribusi terhadap malapetaka.
"Hasil kajian Walhi Jabar, tidak sedikit pengembang yang diduga sengaja telah mengabaikan analisis dampak lingkungan demi mengejar keuntungan ekonomi jangka pendek," kata dia.
Wahyudin mengungkap, dokumen amdal, UKL/UPL terkesan hanya dijadikan prasyarat bagi para pengembang untuk mendapatkan izin berusaha semata, sehingga kepatuhan serta ketaatan sebagian banyak pengusaha abai akan kewajiban yang harus mereka jalankan serta tidak mennaati.
Ditambah lagi dengan maraknya aktivitas pertambangan pasir dan batu ilegal di sekitar kawasan semakin tahun semakin juga tidak dapat terhindarkan sehingga struktur tanah semakin rusak dan rentan terhadap erosi. Muaranya terjadi tanah longsor, pergerakan tanah hingga banjir bandang.
Walhi Jabar pum menilai ada dugaan kesengajaan pemerintah yang secara sengaja mengeluarkan terus izin-izin berusaha di kawasan Puncak, hal tersebut hanya sekedar di lihat dari aspek untuk peningkatan pendapatan daerah.