RADARDEPOK.COM-Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT), Yandri Susanto memberikan perhatian serius terhadap polemik sengketa lahan yang membelit Desa Sukawangi, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor. Wilayah itu diklaim merupakan kawasan hutan.
Yandri Susanto menegaskan akan berkomunikasi dengan Kementerian Kehutanan karena wilayah itu disebutkan sebagai kawasan hutan. Padahal fakta di lapangan Desa Sukawangi telah menjadi pemerintahan sejak tahun 1930-an, sebelum Indonesia Merdeka.
"Dalam kasus ini sekarang sudah ada beberapa tersangka. Untuk sementara ini saya akan komunikasikan dengan Kemenhut dan Gakkum, agar tidak ada lagi yang menjadi ditersangkakan apalagi sampai ditahan," kata dia pada wartawan saat berkunjung ke Desa Sukawangi. Pada Kamis (2/10/2025).
Menurutnya, tidak hanya Desa Sukawangi, ada dua wilayah yang mengalami persoalan serupa yakni Desa Sukaharja dan Sukamulya.
Ditegaskan menteri, masyarakat mempunyai alasan dan haknya, karena masyarakat pun membeli terdapat suratnya dilihat dari sisi rakyat mereka punya hak juga.
Baca Juga: Camilan yang Terbuat dari Telur Ini, Enak, Gurih dan Garing, Intip Cara Buatnya!
“Saat ini sudah ada empat warga yang menjadi tersangka dan mereka benar-benar warga desa sukawangi, pada intinya siapapun itu karena masyarakat memiliki hak dan ada sejarah tanahnya kita tidak membeda-bedakan orang.” Tegasnya.
Menteri menjelaskan, kasus ini berakar dari transaksi kredit pada tahun 1983 yang menyeret lahan hampir 800 hektare didesa tersebut.
Konflik bermula ketika Haji Madrawi, selaku Direktur PT Perkebunan dan Peternakan Nasional Gunung Batu, mengagunkan lahan di dua desa tersebut ke Bank Perkembangan Asia.
“Desa Sukaharja ini sudah berdiri sejak 1930 dan masyarakat sudah lama berdiam di sini, ini jadi ada seseorang pengusaha Gunung Batu mengagunkan tanah yang ada di desa ini,” ucapnya.
Karena kredit macet, lahan seluas 451 hektare di Sukaharja dan 337 hektare di Sukamulya disita pihak bank. Sejak saat itu, status tanah menjadi polemik karena di atas lahan tersebut sudah berdiri pemukiman, fasilitas umum, hingga lahan pertanian warga.
Menurut Yandri, penyitaan tersebut menimbulkan keresahan karena masyarakat yang telah lama menguasai tanah justru terancam kehilangan haknya. Ia menduga ada praktik yang tidak transparan saat proses pengagunan dilakukan.
Baca Juga: Jangan Sampai Kelewatan! Pameran Seni Gratis Dekat MRT Blok M