Dafa menyadari bahwa untuk membuat kampung batik itu berjalan dengan baik, akan ada banyak biaya yang diperlukan. Mulai dari pelatihan, alat produksi, bahan baku, hingga tempat penjualan produk.
Namun, meskipun sudah ada dukungan dari Bapeda danpemerintah setempat, juga beberapa dana swadaya dari kelompok UMKM, dana yang tersedia masih belum mencukupi untuk mewujudkan seluruh konsep tersebut.
“Dana yang terkumpul sebagian besar digunakan untuk mengaktifkan Batik Sukma kembali, tetapi prosesnya tetap berjalan pelan-pelan. Kita menargetkan 250 pcs batik sampai saat ini sudah terjual setengahnya,” kata Dafa.
Batik Sukma berusaha bertahan dengan berbagai strategi, meskipun menghadapi tantangan besar. Mereka masih mengupayakan cara agar usaha itu dapat berjalan dengan baik dan memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar.
“Kita belum bisa nemu sisi bisnisnya tapi kan memang niatnya kita mau membantu. Sedangkan kalau mau kita ngomongin sisi bisnisnya enaknya sih gak dikerjain di UMKM gitu langsung kita oper ke vendor entah dia konveksi, garmen. Kalau saya melakukan itu sisi pemberdayaan ekonomi UMKM jadi gak dapet itu salah satu kendala kami,” jelas Dafa.
Baca Juga: Sudah Layani 21 Juta Pengusaha Ultra Mikro, PNM Berangkatkan Nasabah Terbaik Ibadah Umrah
Kedepan, Dafa berharap, Batik Sukma dapat mengembangkan kampung batik lebih jauh lagi. Memaksimalkan potensi yang ada, dan mengatasi tantangan dalam pengelolaan produksi serta pemasaran. Walaupun begitu, mereka tetap berfokus pada pemberdayaan ekonomi masyarakat setempat, yang menjadi inti dari gerakan ini.
“Dengan usaha-usaha kita menghidupkan kembali Batik Sukma ini, semoga terbentuk kampung batik itu, jadi lebih hidup lagi Batik sukma. Karena bisa produksi dari A sampai Z nya sendiri. Sehingga ongkos produksinya juga bisa ditekan dan dapat menarik banyak pelanggan lagi,” tandas Dafa. ***