feature

Gunung Salak Yang Bengis (3) Kehilangan Kontak Anak Bungsu saya lebih dari 3 Jam Ditengah Cuaca Buruk

Kamis, 2 Februari 2023 | 09:49 WIB
Puncak Salak 2

Baru saja beberapa meter saya melewati tanjakan haramjadah itu, saya dan Adam sudah disajikan lagi dengan tanjakan serupa, bahkan jauh lebih gila lagi hampir 90 derajat tanjakannya. “Astagfillohaladzim,” ucap saya. Berkali kali saya panggil Arlan dan Rama sambal berteriak, dan berkali kali pula Adam menipukan peluit sekencang kencangnya berharap Rama membalas peluit dari Adam, tapi hujan, petir, guntur dan angin kencang mengalahkan suara teriakan saya dan suara peluit yang ditiupkan Adam.

Laporan Iqbal Muhammad

Tanjakan 90 derajat itu saya dan Adam lewati dengan perasaan yang cemas, apalagi disamping tanjakan itu terdapat jurang yang entah berapa meter dalam nya. Lagi-lagi diatas tanjakan itu saya tidak menemui Arlan dan Rama, lagi lagi pula saya berteriak dan Adam meniupkan peluitnya, tapi tidak pernah ada balasan dari Arlan dan Rama.
Hari semakin sore, waktu menunjukan pukul 17:00, matahari sudah mau menyelesaikan tugasnya hari itu, hujan deras, petir yang berasa dekat kepala ditambah suara guntur dan angin kencang betul betul menemani kecemasan saya dalam perjalanan menuju puncak Salak 2. Baru beberapa ratus meter kita melewati tanjakan 90 derajat itu, saya dan Adam kembali di uji dengan tanjakan serupa, bahkan lebih ektrem karena aliran air hujan mengucur deras di sepanjang tanjakan itu.

Baca Juga :Gunung-salak-yang-bengis-1-pengalaman-mendaki-gunung-salak-yang-membuat-ragu-untuk-mendaki-sama-anak

Adam sedang menuruni salah satu jalur menuju Puncak Ssalak 2

Dibawah tanjakan sialan itu, saya berteriak memanggil Arlan dan Rama, begitu juga adam yang tak henti hentinya meniupkan peluit berharap ada balasan dari Rama. Tapi harapan itu pupus karena kondisi cuaca yang benar benar buruk. Cemas, kalut dan panic saya saat itu. Ditengah hutan Gunung Salak yang penuh misteri dan segudang cerita horror, ditengah cuaca buruk, saya hanya berdua dengan anak sulung saya. Rama dan Arlan berada di depan, Lucky, Tunduh dan Toke masih jauh dibelakang. Berkali kali juga terbersit difikiran saya, “ Apakah saya tersesat,” dalam hati saya. Tapi fikiran itu saya jauh jauh kan, tetap berfikir positif dan selalu berdoa kepada Allah SWT untuk diberikan keselamatan sampai puncak.
Setelah melewati tanjakan ektrem yang ketiga kalinya, saya dan Adam kembali lagi dipertemukan dengan tanjakan sialan lagi. “Edaaan ga ada abis abisnya ini tanjakan sialan,” gerendeng saya dalam hati sambal istigfar “Astagfirullohaladzim,”

Lagi lagi dibawah tanjakan itu, saya berteriak sekeras kerasnya disisa tenaga yang sudah terkuras, begitu juga Adam yang meniupkan peluitnya berkali kali tanpa ada respon. Saya melihat Adam, diwajahnya juga menyiratkan kekhawatiran yang sangat dalam. “yah, ko ade sama Bang Arlan ga nyaut nyaut ya,” kata Adam yang menatap saya penuh ketakutan. “Santai aja A, Arlan sama Ade ada di depan. Hujan deras, angin juga kencang A, jadi teriakan ayah sama suara peluit kamu ga terdengar, bentar lagi sampe puncak,” kata saya mencoba untuk tetap tenang. “Iya yah, anginnya kenceng banget,” kata Adam yang tidak mampu menyembunyikan ketakutan dari raut wajahnya.

Baca Juga :Gunung-salak-yang-bengis-2-menghadapi-nyamuk-yang-ganas-dan-jalur-pendakian-yang-terjal-dan-vegetasi-lebat

Puncak Fajar Kencana

Setelah melewati tanjakan ektrem yang ke empat kalinya itu, jalur mulai melandai, tidak ada lagi jalur yang membuat dengkul menempel dengan dada. Ditengah tengah hujan dan kabut tebal yang diiringi petir dan suara Guntur yang saling bersahutan terdengar suara peluit dan teriakan dari Arlan memanggil saya dan Adam. “Priiiiiit….ayaaaaaah….aaaa,” samar samar terdengar. “A itu suara ade, denger ga, kita sudah deket, kamu tiup peluit lagi” kata saya ke Adam. “Iya yah denger…Priiiiiiiiittt,” kata Adam sambil meniupkan peluitnya.
Samar-samar ditengah kabut yang tebal dan vegetasi yang lebat khas Gunung Salak, terlihat Rama dan Arlan sedang meneduh di rindangnya pepohonan Gunung Salak. “Edan, tiga jam aink kalengitan rama. Sieeeun aink lan," kata saya ke Arlan. “hahahaha…sarua aink ge sieun. Edaaan ini cuacanya ga karuan,” timpal Arlan.
“Ade ga papa kan,” tanya saya memastikan anak bungsu saya dalam keadaan baik baik saja. “Ga papa yah, aman ade mah,” timpal Ade.
“Kita ngecamp disini aja bro,” kata Arlan sambil menunjukan lahan sempit yang hanya bisa mendirikan satu tenda ukuran 4 orang. “Diatas ga bisa, terlalu terbuka, gw khawatir kesamber petir nanti kita,” kata Arlan. Saya dan Arlan berjalan mengecek kondisi di Puncak, karena difikiran saya tidak memungkinkan untuk membuka tenda dilahan yang sempit itu. Setelah sampe puncak, lahannya sangat terbuka, ideal untuk membuka tenda, sangat cukup untuk dua tenda, tapi berkali kali petir menyambar, serasa dekat sekali dengan kepala kita kemudian disusul sama suara Guntur yang menggelegar. “Iya bro, ga aman buka tenda di sokin,” kata saya ke Arlan seraya berjalan menuju lokasi pertemuan yang tidak jauh dr puncak.
“Anak anak (Lucky, Tunduh dan Toke) masih jauh kayanya, dari tadi gw teriakin juga ga ada respon,” kata saya ke Arlan. “Ya udah kita tunggu disini aja,” saut Arlan. SEkitar 30 menit kita menunggu Lucky, Tunduh dan Toke, samar samar terlihat di jalur.
Tepat pukul 18:15 semuanya berkumpul di jalur sebelum puncak Gunung Salak 2, tidak butuh waktu lama, kami langsung mendirikan tenda dan playsit setelah menjelaskan kondisi di puncak. Satu tenda diisi Adam, Rama dan Saya, sedangkan Arlan, Toke, Tunduh dan Lucky memilih tidur di luar.
Hujan berhenti sekitar pukul 18:30, setelah tenda dan playsit sudah berdiri, semua berganti pakaian yang basah kuyup dan mulai masak makan malam. Usai makan malam, saya dan sahabat bercerita pengalaman menegangkan tadi siang, sedangkan Adam dan Rama istirahat dalam tenda.
Keesokan harinya, kami berjalan ke puncak yang hanya berjarak 10 meter dari tenda. Menikmati matahari yang sejak kemarin tertutup awan hitam sebari mengeringkan celana dan pakaian basah. Setelah sarapan, ngopi, rokoan dan foto-foto sekitar pukul 10:00, kami mulai pecking dan bersiap turun gunung.
Perjalanan pulang bukan hal yang mudah, mungkin jauh lebih sulit dibandingkan naik. Melewati empat tanjakan ektrem harus benar benar waspada, selain pegangan tali webing yang licin pijakan kaki pun sangat licin, potensi untuk terpeleset pun semakin besar.
Setelah melewati empat turunan ektrem itu, kami juga harus dihadapi jalan menanjak untuk mencapai puncak Fajar Kencana. Setelah beristirahat di Puncak Fajar Kencana, kami kembali melanjutkan perjalanan turun. Tidak mudah untuk menuruni Gunung Salak 2, terkadang kita harus jongkok dan merangkak agar tidak terjerembab karena jalur yang licin dan curam.
Jangan berharap kita bisa turun sambil memegang dahan atau batang pohon seperti kebanyakan gunung gunung lain di pulau jawa. Di gunung Salak, sepanjang jalur hanya ada pohon salak besar yang berduri, jika keseimbangan tubuh hilang karena jalur yang curam dan licin, sudah dipastikan tangan ini reflek untuk meraih pohon atau sesuatu yang mampu menyeimbangkan kembali badan kita, dan disitulah kita dipastikan memegang pohon salak yang penuh duri itu. Saya mungkin ada 3 kali memegang pohon salak karena beberapa kali keseimbangan badan hilang, jadi lebih baik jalan perlahan bahkan kalau perlu merangkak atau berjongkok.
Sekitar pukul 14:00 kita tiba di makam keramat Eyang Haji Jaya Sakti, makam yang seringkali dikunjungi oleh masyarakat Bogor dan sekitar tersedia kamar mandi yang kita gunakan untuk membersikan sepatu dan pakaian. Hanya 30 menit dari makam keramat itu, kami sudah sampai di pos pendakian Puncak Salak 2 di Kampung Salaka. “Alhamdulillah akhirnya sampai dengan selamat,” ucap saya sambil memeluk kedua anak saya.

Tags

Terkini