Senin, 22 Desember 2025

Untuk Penyintas Keluarga Retak : Broken Home Bukan Berarti Broken Dream

- Senin, 6 Februari 2023 | 07:05 WIB
WADAH BERBAGI: Chatreen Moko (kiri) saat temu darat bersama para pengikut Behome di Bali.  (Chatreen Moko untuk Jawa Pos)
WADAH BERBAGI: Chatreen Moko (kiri) saat temu darat bersama para pengikut Behome di Bali. (Chatreen Moko untuk Jawa Pos)

RADARDEPOK.COM - Di Behome, segala curhat dan sambat mereka yang berasal dari keluarga disfungsional didengar dan ada layanan konselor profesional. Chatreen Moko, sang pendiri, kini tengah menyiapkan program Behome Ambassador.

DINDA JUWITA, Jakarta

PESAN itu membuat Chatreen Moko trenyuh sekaligus bungah. Sebab, Behome, ”rumah” yang dia dirikan untuk anak-anak yang senasib dengannya, ternyata membawa dampak positif.

”Si pengirim pesan menulis bahwa dia pamitan tak lagi mengikuti Behome. Tapi, bukan karena tidak butuh lagi, melainkan karena ingin melangkah maju dan tak ingin mengungkit masa lalu,” kata Chatreen dalam percakapan dengan Jawa Pos pada Kamis (12/1) tiga pekan lalu.

Behome, kata si pengirim pesan seperti ditirukan Chatreen, telah sangat membantunya selama ini. ”Di Behome, dia merasa ada yang mendengar semua curhat dan sambatannya,” lanjut Chatreen.

Bisa ”mengulurkan tangan” kepada sesama penyintas keluarga broken home atau retak seperti itu jelas tak terbayangkan oleh Chatreen ketika mulai sambat di Twitter sebelas tahun lalu. Justru saat itu dialah yang membutuhkan pertolongan.

Usianya masih 16 tahun saat itu. Di usia sebelia itu, pikirannya dipenuhi bayang-bayang konflik rumah tangga orang tuanya yang semrawut. Dan, dia tidak tahu harus curhat kepada siapa.

Sedari kecil, keluarganya memang tidak baik-baik saja. Saat menginjak bangku kelas III SD, dia menyaksikan ayah-ibunya berpisah.

Semasa SD, SMP, bahkan SMA, dia merasa masih baik-baik saja. Tapi, begitu lulus SMA, ketika keluarga yang disfungsional membuatnya kehilangan kesempatan untuk berkuliah, mulailah kegelisahannya. ”Aku berpikir, ’Oh gini ya rasanya. Keluargaku berantakan banget’,” tuturnya.

Karena bingung ke mana mencurahkan unek-unek, Chatreen mulai curhat di Twitter. Saking malunya jika orang tahu, Chatreen memilih tak menggunakan nama asli. Alhasil, nama ”BrokenHomeIndo” dipilihnya sebagai username.

”Soalnya ya jujur aku malu banget kalau orang tahu kayak ’Halo, aku Chatreen Moko, aku anak broken home’,” katanya.

Setelah ngetwit, batinnya sedikit lega. Hari berganti hari, ternyata cuitan-cuitannya direspons beberapa orang. Mayoritas respons itu menyebut bahwa mereka mengalami hal serupa.

Awalnya, Chatreen santai mendapat respons seperti itu. Tapi, lambat laun dia justru enggan. Dalam lubuk hati perempuan asal Soroako, Sulawesi Selatan, itu, dia tak ingin memberi ”energi negatif” bagi orang yang membaca cerita sambatannya.

Chatreen pun berubah haluan: mengubah kegalauannya menjadi sebuah inisiatif positif. Dia ingin anak-anak yang memiliki kisah serupa dengannya punya rumah atau wadah untuk berbagi.

Terdengar sangat sederhana memang. Namun, bagi mereka yang berasal dari keluarga retak, didengarkan saja sudah amat berarti.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X