Baca Juga: Camat Sukmajaya Depok Minta Prioritaskan Usulan Urgent saat Musrenbang!
Kasus ini bermula ketika Sugi Mulyo meminjam uang sebesar Rp20 juta kepada M, untuk modal usaha pada Oktober 2006 silam.
Mereka berdua sepakat dengan perjanjian bunga 10 persen setiap bulannya dan sertifikat salah satu rumah yang dimiliki Sugi Mulyo sebagai jaminan.
"Selama kurang lebih saya sudah bayar tiga kali. Itu sebesar Rp6 juta. Tidak ada kwitansi yang diberikan oleh M," kata Sugi Mulyo kepada RadarDepok pada Rabu, 10 Januari 2024.
Sugi Mulyo sempat beberapa kali meminta untuk dibuatkan kwitansi, namun M yang saat itu ditemani oleh pengawalnya berdalih sudah mengenal korban, dan akan mengirimkan kwitansi kerumahnya.
Namun, kwitansi tersebut tidak pernah sampai kepada dirinya.
Sugi Mulyo sempat mengalami kendala pada usahanya, sehingga tidak dapat membayar cicilan.
Dirinya bermaksud untuk menjual rumah yang dijadikan sebagai jaminan, untuk membayar utangnya. Hanya dalam kurun waktu empat bulan, utangnya membengkak menjadi Rp100 juta.
"Saya kaget. Bingung minta rinciannya. Tapi tak dikasih. M sama pengawalnya itu mengancam mau diramaikan di kampung saya dan dilaporin ke polisi kalau saya tidak bayar," kata Sugi Mulyo.
M menyuruh Sugi Mulyo untuk membuat surat pernyataan sebesar Rp100 juta dan mengubah jaminan sertifikat rumah dengan yang saat ini Sugi Mulyo tempati.
"Karena pada saat itu saya sudah bingung tidak ada uang, akhirnya saya bikin kwitansinya dan M meminta untuk mengubah jaminan sertifikat dengan rumah yang saya tinggali," kata Sugi Mulyo.
Setelah M menyerahkan sertifikat yang baru, pada September 2009, M kembali mendatangi Sugi Mulyo dan mengklaim bahwa utangnya telah menjadi Rp300 juta.
"Dalam kurun waktu 10 hari, saya bingung kok dipanggil lagi sama M. Tiba tiba pas saya sampai dia bilang kalau utang saya sudah jadi Rp500 juta," ujar Sugi Mulyo.