- Pengurangan biaya air bersih, dari Rp50 miliar menjadi Rp25 miliar.
- Pemangkasan anggaran konsumsi rapat, dari Rp340 miliar menjadi sekitar Rp150 miliar.
- Efisiensi alat tulis kantor, perjalanan dinas, dan pemeliharaan, hingga 50%.
Dengan langkah-langkah tersebut, belanja barang dan jasa yang semula mencapai Rp7,6 triliun kini ditekan menjadi Rp5,3 triliun.
Dedi bahkan sempat berkelakar bahwa rapat-rapat ke depan tidak lagi menyediakan makanan berat.
“Eweuh (tidak ada) makan, hanya ada minum. Kalau ada kegiatan cukup air putih. Nasi Padang hanya untuk tahun ini, tahun depan bawa bekal dari rumah,” ujarnya sambil tersenyum.
Lebih lanjut, Dedi menjelaskan bahwa penghematan di birokrasi bukan berarti melemahkan pelayanan, melainkan justru menguatkan pembangunan infrastruktur.
Baca Juga: Lurah Cimpaeun Berantas Putus Sekolah, Tiga Anak Langsung Mengenyam Pendidik
“Artinya penurunan APBD sebesar Rp2,45 triliun ini tidak menurunkan kinerja pembangunan. Justru kita ingin fokus menambal kebutuhan infrastruktur di kabupaten/kota yang sering terkendala dana,” jelasnya.
Ia juga menambahkan, efisiensi listrik dan AC di kantor pemerintahan akan diterapkan lebih ketat, hanya beroperasi pada jam kerja untuk mengurangi pemborosan.
Dengan strategi ini, Pemprov Jawa Barat berharap tetap bisa menjaga stabilitas pembangunan meski APBD mengalami penurunan.***