Langkah penegakan hukum ini juga sejalan dengan semangat Satuan Tugas Penguatan Tata Kelola Komoditas Sawit (Satgas PKH) yang dibentuk oleh Presiden untuk membenahi tata kelola sektor sawit nasional dari hulu hingga hilir. Satgas PKH berfokus pada sisi hulu, yakni penertiban perizinan, penguasaan lahan, dan keterpaduan data yang beririsan dengan kawasan hutan.
Sementara, DJP dan DJBC bersama Satgassus Polri menegakkan hukum di sisi hilir melalui pengawasan dan penindakan atas praktik ekspor yang berpotensi melanggar ketentuan atau merugikan penerimaan negara. Kolaborasi ini memastikan pengelolaan industri sawit berlangsung lebih transparan, berkeadilan, dan berkontribusi optimal bagi negara.
Baca Juga: Arahkan Komisi Reformasi Polri, Presiden Prabowo Minta Laporan Menyeluruh dan Berkala Setiap 3 Bulan
“Kita meyakini bahwa tentu ada indikasi-indikasi yang mungkin hampir mirip, dan apabila kita lakukan pendalaman, kita bisa menyelamatkan potensi kerugian negara dari kebocorankebocoran dari penghindaran pajak,” jelas Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Ia menambahkan, tim gabungan akan terus melakukan pengawasan, pengegakan aturan, pendisiplinan, dan penegakan hukum untuk menghindari adanya potensi keboocoran yang mengakibatkan kerugian negara.
Selanjutnya, pemerintah akan terus menelusuri kemungkinan adanya ekspor serupa serta mendalami modifikasi modus yang digunakan untuk menghindari pungutan bea keluar dan ketentuan lartas. Tindakan tegas ini menjadi bukti nyata peran Kemenkeu dan Satgassus Polri dalam mengoptimalkan penerimaan negara, menegakkan kepatuhan hukum, dan menjaga integritas tata kelola perdagangan internasional di Indonesia.
Baca Juga: Mensos Gus Ipul Pastikan Pemerintah Hadir Beri Bantuan Sosial Pada Korban Ledakan SMA 72 Jakarta
Seperti diketahui, potensi ekspor CPO di Indonesia tergolong tinggi. Berdasarkan data tahun 2024, produksi minyak sawit Indonesia mencapai 52,76 juta ton, terdiri atas 48,16 juta ton CPO dan 4,59 juta ton crude palm kernel oil (CPKO). Jumlah tersebut setara dengan 59,26% dari total produksi minyak sawit dunia yang menghasilkan penerimaan negara dari sektor bea keluar CPO dan produk turunannya mencapai Rp4,65 triliun, dengan nilai devisa sebesar Rp84,7 triliun.
Untuk menjaga potensi tersebut, Pemerintah menguatkan tata kelola dan regulasi ekspor CPO dan turunannya melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 26 Tahun 2024 sebagaimana diubah dengan Permendag Nomor 2 Tahun 2025, serta Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 32 Tahun 2024 yang menetapkan 122 jenis produk turunan kelapa sawit beserta spesifikasi teknisnya, yang memiliki kompleksitas perbedaan teknis antarproduk, seperti kadar asam lemak dan tingkat pemurnian. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk memperoleh keuntungan dari perbedaan tarif bea keluar, kewajiban Domestic Market Obligation (DMO), atau pungutan ekspor.
Baca Juga: Dana Operasional Rp 1 Milyar SPPG Hilang, BGN: Waspadai Kejahatan Cyber
“Saya berpesan kepada para pelaku usaha, bahwa Pemerintah tidak akan kompromi terhadap segala bentuk kecurangan, termasuk segala bentuk kecurangan dalam kegiatan-kegiatan ekspor. Kami sepakat dengan yang disampikan oleh Dirjen Bea Cukai, bahwa Pemerintah ingin industri termasuk sawit dan turunannya bisa menjadi industri yang berkeadilan dan akuntabel,” demikian disampakan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada kesempatan yang sama.***