RADARDEPOK.COM - Sabtu, 20 Januari 2024 M/8 Rajab 1445 H Muslimat Nahdhatul Ulama (NU) mengadakan Harlah ke-78 di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta Pusat. Kegiatan ini dihadiri Presiden Jokowi dan beberapa tokoh nasional lainnya. Diantaranya Ibu Sinta Nuriyah Wahid, istri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid, anaknya Yenny Wahid, Ketua Umum Muslimat, Ibu Khofifah Indar Parawansa, dan beberapa tokoh NU lainnya.
Acara ini dihadiri sekitar 150 ribu peserta dari 34 Pengurus Wilayah (PW) dan 534 Pengurus Cabang (PC) Muslimat NU di seluruh Indonesia. Bahkan Pengurus Cabang Istimewa (PCI) Muslimat NU dari 11 negara turut hadir menyemarakkan kegiatan ini. Diantaranya dari Malaysia, Hong Kong, Taiwan, Tiongkok, Jerman, Inggris, Jepang, dan negara lainnya. Acara diawali berbagai rangkaian kegiatan, diantaranya khataman Al-Qur’an dengan total jumlah 2024 kali khataman dan ditutup dengan pembacaan doa oleh Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Habib Luthfi Bin Ali bin Yahya.
Terlepas dari berbagai persepsi yang beredar mengenai latar belakang, urgensi dan manfaat diadakannya kegiatan ini, ada satu hal yang menurut penulis menarik untuk diangkat terkait peran Muslimat NU sebagai salah satu kekuatan yang layak diperhitungkan dalam kancah politik, pergulatan ekonomi, transformasi budaya dan sosial kemasyaratan yang sangat dinamis saat ini. Yaitu peran Muslimat NU dalam membangun karakter bangsa.
Sah2 saja, orang memiliki persepsi bahwa kegiatan ini mempunyai keterkaitan dengan pilpres yang akan berlangsung tanggal 14 Februari 2024 mendatang.
Baca Juga: Prabowo: Kita Perlu Kerukunan, Persatuan, dan Kedamaian untuk Bangun Masa depan
Berbagai tanggapan pro kontra mengenai sosok Ketua Umum Muslimat NU, Khofifah Indar Parawansa pun mengemuka terkait hubungannya dengan PBNU maupun preferensi pilihan pilpres yang sebagian pengamat menilainya sebagai wujud dukungan terhadap paslon tertentu. Apapun itu, dan bagaimana realitanya, biarlah waktu nanti yang akan berbicara.
Kontribusi dalam Kedamaian dan Ketentraman Bangsa
Namun dibalik itu semua, keberadaan Muslimat NU yang lahir 29 Maret 1946 M/26 Rabiul Akhir 1365 H berkontribusi besar bagi pembentukan karakter bangsa Indonesia yang termanifestasi pada karakter kepribadian dan perjuangan para Kyai, para gus yang menjadi penerus perjuangan orang tua dan kakek buyutnya, para santri dan masyarakat yang mendapatkan pencerahan dari rangkaian hubungan yang terjalin dari aktor-aktor di atas.
Adanya khataman Qur’an sebanyak 2024 kali yang menjadi salah satu rangkaian dari kegiatan Harlah di atas, tidak bisa diabaikan begitu saja sebagai wujud kekuatan doa dan energi positif yang muncul dari ibu-ibu Muslimat NU yang berasal dari seluruh Indonesia. Bahwa khataman dalam jumlah banyak tersebut sejatinya adalah energi doa dan ibadah yang mempunyai efek luar biasa bagi kedamaian, ketenteraman dan kesuksesan penyenggaraan kehidupan berbangsa.
Baca Juga: Yuk Cobain Cafe Unik di Tengah Danau, Berada di Kawasan Wisata Nirvana Valley Resort Bogor
Demikian juga halnya dengan pengajian mingguan yang selama ini menjadi tradisi dan kegiatan rutin yang diadakan untuk mendoakan suami, anak, keluarga, pesantren, masyarakat dan seluruh elemen bangsa. Apalagi doa-doa yang dipanjatkan maupun amalan rutin harian seperti qiyamul lail dalam bentuk sholat tahajjud, mengaji Al-Qur’an dan lain sebagainya. Sehingga keberhasilan tugas yang diemban oleh suami para ibu-ibu muslimat yang fokus berdakwah keluar rumah untuk mengawal kehidupan spiritual dan religious di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat, maupun kesuksesan anak-anaknya yang berhasil di bidang pendidikan dan karir pekerjaan semuanya tidak dapat dilepaskan dari peran doa dan amaliah ibu-ibu muslimat dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Dari konteks inilah sesungguhnya peran Muslimat NU tidak bisa diabaikan begitu saja. Bahkan sangat signifikan bagi penguatan akhlak, kepribadian, pembentukan karakter anak-anak bangsa. Hal ini selaras dengan sebuah maqolah/ungkapan kata mutiara bahasa Arab: Annisa ‘imadul bilad, idza sholuhat sholuhal bilad, yang bermakna: Perempuan itu tiang negara, bila perempuannya baik maka negaranya juga akan baik,” Hal ini menunjukkan bahwa perempuan merupakan tiang rumah tangga yang mempunyai posisi vital di tengah-tengah keluarga. Keluarga adalah unit terkecil dalam suatu negara. Berdasarkan ini, peran perempuan sebagai tiang negara sangat signifikan dalam mewujudkan kualitas bangsa dalam suatu negara.
Energi Positif Perempuan dalam Pembangunan dan Kemajuan
Penyebutan perempuan sebagai tiang negara seakan merupakan warning bagi siapa pun, terutama mereka yang diberi amanah menjadi presiden/wakil presiden atau jabatan apapun sebagai pengelola negara agar memastikan perempuan menjadi warga negara yang kuat jika negara ingin kokoh dan maju.