Minggu, 21 Desember 2025

Kebijakan Dedi Mulyadi meminta Pelajar ke Sekolah Berjalan Kaki, Sangat Rasional

- Jumat, 31 Oktober 2025 | 20:04 WIB
Direktur Eksekutif LS Vinus Yusfitriadi (ISTIMEWA)
Direktur Eksekutif LS Vinus Yusfitriadi (ISTIMEWA)

SUDAH banyak kebijakan Dedi Mukyadi (KDM) yang dikeluarkan untuk pelajar dan sekolah. Namun bagi saya kebijakan yang terakhir ini, dimana Dedi Mulyadi mengeluarkan surat edaran agar pelajar jalan kaki ke sekolah sangat masuk akal.

Tentu saja dengan beberapa hal yang harus disesuaikan dengan kondisi sosial yang ada. Kebanyakan pelajar saat ini ke sekolah menggunakan motor, dari mulai pelajar SMP dan SMA, bahkan di beberapa tempat terlihat anak SD sudah menggunakan motor untuk berangkat ke sekolah.

Selama ini hampir semua pihak menganggap hal itu biasa-biasa saja bahkan masyarakat, kepolisian, pihak sekolah, pihak pemerintah sangat permissif dengan kondisi ini. Padahal dilihat dalam banyak perspektif kondisi tersebut sangat tidak baik. Pertama, melanggar aturan. Kecuali kelas 3 SLTA, anak pelajar lainnya belum layak menggunakan kendaraan bermotor karena belum berusia 17 tahun, olwh karena itu tidak memiliku SIM (Surat Izin Mengemudi).

Sehingga kondisi ini tentu merupakan perbuatan melawan hukum. Bagaiama mungkin anak pelajar yang nerupakan generasi masa depan bangsa ini sejak dini sudah diperbolehkan melakukan perbuatan melawan hukum. Kedua, beban orang tua. Berbagai kasus kekerasan baik fisik maupun psikis sering kita dapatlan imformasinya dilakukan oleh anak kepada orang tuanya karena ingin dibelikan motor, salah satunya untuk dipake ke sekolah.

Kondisi ini tentu diakibatkan karena kebanyakan teman-temanya menggunakan speda motor berangkat sekolah. Ketiga, Berpotensi mempermudah pelajar berbuat kurang baik. Selama ini tawuran, nomgkrong-nongkrong, bahwan pergaulan bersama lawan jenis, merupakan pwmandangan dan informasi seakan-akan fenomena yang lumrah. Kondisi ini disinyalir sangat mudah dilakukan karena mereka membawa kendaraan bermotor.

Mungkin jika mereka ke sekolah tidak membawa kendaraan bermotor agak sedikit terhambat untuk melakukan aktifitas-aktifitaa tersebut. Keempat, berpitensi flexing. Kalau sudah membawa kendaraan bermotor ke sekolah, saya sudah memastikan "budaya pamer" sudah terjadi antar siswa tersebut. Terlebih kita dengan di sekolah-sekolah elit bukan hanya menggunakan sepeda motor, bahkan sudah menggunakan kwndaraan bermotor roda empat.

Kelima, menghabiskan ruang terbuka di sekolah. Ruang terbuka di sskolah yang seharusnya menjadi tempat bermain, olah raga, belajar dan sebagainya, tidak sedikit yang beralih fungsi menjadi tempat parkir kendaraan bermotor pelajar di sekolah tersebut. Terlebih bagi sekolah yang tidak memiliki lahan yang luas. Namun ada banyak kendala yang harus diselesaikan jika kebijakan yang baik ini akan diberlakukan.

Pertama, Kesadaran kolektif. Nyaris tidak ada kesadaran kolektif dalam fenomena ini. Bahkan sebaliknya semua pihak bersikap permissif. Pihak orang tua, pihak sekolah, pihak pemerintah dan kepolisian serta para pwlahar harus memiliki kesadaran kolektif, atas perulaku melawan hukum yang diperbolehkan seja dini tersebut. Maka harus ada upaya penanganan dari hulu, tidak hanya ditangani du hilir.

Kedua, penataan transportasi umum. Tidak ada angkot sampai desa, kendaraan umum tidak nyaman, jauhnya akses terhadap transportasi umum, mahalnya ongkos ketika menggunakan kwndaraan umum dan sebagainya. Itu kondisi yang seringkali dijadikan pembenaran oleh elemen masyarakat sehingga pelajar diperbolehkan menggunakan kendaraan bermotoelr ke sekolah.

Oleh karena itu penataan transportasi umum menjadi prasyarat mutlak bagi pelajar untuk berangkat ke sekolah. Ketiga, penegakan hukum. Siapapun termasuk pelajar yang kebanyakan belum memiliki SIM tidak diperbolehkan menurut hukum untuk membawa kendaraan bermptor. Namun aparat penegak hukum seakan tidak berdaya menghadapi kondisi ini. Sehingga terkesan tutup mata atas perilaku melawan hukum tersebut.

Terlebih dilakukan sehak usia dini. Keempat, Pengawasan. Bisa saja sampai di sekolah para pelajar tidak menggunakan kendaraan bermotor. Tapi mereka memarkirkannya di tempat yang tidak jauh dari sekolah. Sehingga butuh pengawasan yang ekatra dan butuh kejasama yang baik antar elemen masyarakat dalam mengawasi kebijakan ini.

Penulis

Direktur Eksekutif LS Vinus, Yusfitriadi***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Membangun Komunikasi Inklusif Bagi Difabel

Kamis, 11 Desember 2025 | 19:43 WIB

Satu Negeri Dua Realitas

Jumat, 28 November 2025 | 08:55 WIB

Pahlawan Hari Ini

Senin, 10 November 2025 | 19:20 WIB

Menembus Pasar Internasional dengan Produk Daur Ulang

Selasa, 16 September 2025 | 19:56 WIB
X