Foto: Bendahara TMP Kota Depok, Novi Anggriani Munadi
Mewujudkan Rumah Layak Huni untuk warga yang kurang mampu adalah keterdesakan. Perlu sinergi dari pemerintah pusat hingga daerah, dengan kepemimpinan yang tak memandang rumah hanya sebagai tempat singgah.
Ada ribuan rumah tidak layak huni (RTLH) yang tersebar di Depok. Pemerintah kota, provinsi hingga pusat tengah bekerja menguranginya. Diantaranya melalui program bantuan untuk RTLH dan daerah tanpa pemukiman kumuh.
Namun yang disesalkan, di Depok ada kasus korupsi RTLH yang melibatkan sedikit pengururus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM). Ini menambah catatan minus dari bantuan untuk RTLH yang terkadang masih kurang, waktu pemberian bantuan yang kadang lamban, penyebaran bantuan yang kadang tak tepat sasaran dan penjualan rumah ketika sudah layak huni. Untuk membenahinya butuh kerja sama tidak hanya dari struktur tingkatan pemerintah, tapi juga diantara sesama warga.
Gotong Royong
Menunggu anggaran bantuan RTLH sesuai yang dibutuhkan, bisa diumpamakan membiarkan sekelompok orang berlindung seadanya di tengah hutan dari binatang buas. Mau tidak mau, butuh kerja sama dari warga sekitar lingkungan RTLH untuk membantu membenahinya.
Dari masa lampau, penduduk Indonesia identik dengan budaya gotong-royongnya. Tidak akan habis jika kita mau mengambil contoh bentuk gotong - royong yang masih ada di tengah - tengah penduduk kita. Misalnya, memindahkan rumah dan kerja bakti bersih - bersih lingkungan. Gotong - royong dengan mengumpulkan dana swadaya warga untuk membantu RTLH sudah beberapa kali dilakukan. Cara yang sebenarnya berarti dan strategis ini, hendaknya dimassifkan oleh tokoh - tokoh masyarakat, terlebih pemerintahan.
Kita sebagai warga Depok pun tak punya alasan untuk menolak sistem gotong - royong untuk membenahi rumah yang tidak layak huni ini. Sebabnya, gotong royong sesuai dengan nilai - nilai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Jika kita mengingat kembali, gotong - royong adalah inti sari dari Pancasila, yang di dalamnya terdapat nilai - nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Atau jika ingin diperas lagi dapat menjadi Trisila yakni Sosio Nasionalisme, Sosio Demokrasi dan Ketuhanan yanh Berkebudayaan. Dan jika mau diringkas lagi, dapat menjadi Ekasila yakni gotong - royong tadi.
Teladan Kepemimpinan
Terkadang masih dijumpai keterbatasan untuk menerapkan gotong - royong ini. Di sinilah butuh teladan pemimpin yang menyontohkan terlebih dahulu. Seperti kata Ki Hajar Dewantara, “Ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”, yang artinya seorang pemimpin di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat dan di belakang memberi daya kekuatan.
Pada konteks membenahi RTLH di Depok dengan gotong - royong, dapat dimotori oleh Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok, yaitu Idris Abdul Shomad dan Pradi Supriatna. Ini dapat menjadi nilai plus di tengah keterbatasan teknis atau materi yang seharusnya diberikan segera kepada RTLH.
Sebagai masukan, contoh ini dapat diwujudkan dalam bentuk bantuan kepada RTLH yang kemungkinan roboh jika tidak diperbaiki segera. Contoh ini juga dapat melatih warga untuk membangun Depok atas prinsip dari warga, oleh warga dan untuk warga. Selain itu, partisipasi gorong - royong warga Depok benahi RTLH ini, juga akan membentuk kesensitifan warga atas keterbukaan atau transparansi mengenai anggaran.
Misalnya saja, warga akan mengetahui berapa anggaran yang turun untuk benahi RTLH di Depok. Kemudian, berapa kekurangan anggaran yang dapat dibantu warga untuk membenahi RTLH. Dan dimonitoring pekerjaannya serta dipertanggungjawabkan.
Terakhir, dengan begini harapannya, kita tidak mendengar lagi sederet nama yang menyelewengkan bantuan untuk RTLH. Dan tidak ada juga yang menyalahkan lambannya bantuan dari pemerintah. Inilah bentuk dari kita membangun rumah Indonesia yang berkepribadian, yakni dengan membantu RTLH tetangga kita yang terlihat oleh mata dan terdengar di telinga. Merdeka!!! (*)