Oleh: K.H. A. Mahfudz AnwarKetua MUI Kota DepokSETIAP muslim mempunyai tugas utama dalam hidup ini untuk mendakwahkan ajaran Islam secara kaffah. Karena tidak mungkin orang hidup sendirian tanpa banyak teman. Soleh sendirian, baik sendirian, itu sulit rasanya.
Karena secara sosiologis manusia membutuhkan perangkat hidup yang diperoleh dari orang lain (teman-temannya) untuk mempertahankan hidup dan mengemban amanat sebagai khalifah di muka bumi. Karena tugas utama manusia adalah sebagai khalifah di bumi yang akan dipertanggung jawabkan kelak di hari keabadian.
Oleh karena itu hendaknya dipahami bahwa dakwah adalah merupakan kegiatan yang solutif berdasarkan ajaran Islam (Allah SWT dan Rasul-Nya). Ketika seseorang berdakwah mengajak orang lain untuk berbuat baik, maka kebaikan itu hendaknya factual di masyarakat. Bukan hanya secara teori yang ada dalam Kitab Suci. Tapi berusaha menterjemahkan makna-makna teks (nash) dalam Kitab Suci itu pada fakta-fakta hidup yang berkembang di tengah-tengah masyarakat (human oriented).
Sehingga dakwah yang dilakukan selalu aktual dan kontekstual. Selalu mengikuti perkembangan zaman, sesuai dengan perkembangan pola hidup masyarakat. Jika hal itu tidak dilakukan, maka akan menjadi pekerjaan yang kurang bermakna dalam arti dakwah. Sebab berdakwah intinya adalah mengajak manusia menuju jalan Allah SWT. untuk menjadi lebih baik.
Dengan begitu dakwah yang baik adalah dakwah yang memberi solusi kehidupan.
Dalam menjelaskan ayat-ayat suci selalu dikaitkan dengan kehidupan zaman sekarang. Tidak hanya sekedar mengungkap fakta-fakta sejarah masa lalu. Karena setiap generasi meiliki zaman dan cara-cara hidup sesuai dengan perkembangan zamannya. Dan di situlah peran umat Islam agar pandai-pandai memilih landasan dakwah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Hendaknya ada kearifan lokal. Setiap kelompok manusia mempunyai dimensi sosial yang beragam. Maka pemahaman terhadap kondisi sosial sangat perlu diperhatikan oleh kita yang berdakwah. Tidak cukup hanya pemahaman tafsiriah yang bersifat tekstual belaka.
Teks Al-Qur’an yang menunjukkan perintah dakwah bagi umat Islam perlu dipahami sebagai pondasi kegiatan yang solutif dan aktif. Misalnya memahami firman Allah SWT, Q.S. An-Nahl : 125. “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Ayat ini dipahami sebagai perintah Allah SWT agar kita kreatif dalam mengemas dakwah kekinian. Misalnya saja, tidak hanya menyajikan ayat-ayat yang bersifat empiris saja. Tapi hendaknya memberikan contoh-contoh problematika yang sedang dihadapi oleh masyarakat sekarang.
Salah satu problem terbesar umat Islam dalam era sekarang adalah kerenggangan atau kesenjangan sosial. Di mana ikatan batin antara umat Islam yang satu dengan yang lainnya kurang terjalin dengan baik. Sehingga tidak sedikit terjadi pendangkalan Iman pada sebagian masyarakat muslim, tanpa terditeksi oleh para pendakwah. Seakan dakwah hanya dilakukan secara massal, tanpa ada pembinaan dan bimbingan yang berkelanjutan. Maka dari itu penguatan keimanan umat Islam hendaknya dilakukan secara continue dan terencana dengan baik. Dengan cara setiap progress pembinaan selalu terevaluasi dengan berkesinambungan. Dan hal ini diperlukan kemahiran managerial dakwah kontemporer.
Salah satu contoh riil adalah perlunya terus menerus meng-update majelis taklim secara koordinatif. Banyaknya majelis taklim yang semakin tumbuh dan berkembang sungguh menggembirakan umat Islam. Tapi bukan berarti dakwah Islamiyah sudah tercapai. Masih perlu adanya pembinaan yang terkoordinasi dengan baik oleh lembaga atau ormas keagamaan yang selalu membangun optimisme dan pencerahan wawasan. Sehingga umat Islam akan maju bersama dengan saling memperhatikan antara individu yang satu dengan lainnya. Maju dalam hal sosial, budaya dan ekonomi. Dan pengembangan ekonomi tidak boleh terabaikan oleh umat Islam, sebab dengan ekonomi yang kuat, umat Islam dapat membangun sarana peribadatan yang cukup memadahi. Baik itu menyangkut tempat ibadah maupun sarana pendidikan ke-Islaman yang menjadi dasar penguatan ke-Imanan sekaligus ke-Islaman. Wallahu a'lam. (*)