Foto : Drs. Supartono, MPd
Pengamat sepakbola nasional, Pengamat pendidikan nasional.
Tahukah Anda arti kata kerdil? Sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesai (KBBI), makna kerdil ada beberapa turunan, antara lain dapat bermakna selalu kecil saja. Tidak dapat menjadi besar (tentang orang, binatang, tumbuhan, dan sebagainya) karena kekurangan gizi atau karena keturunan. Tidak berkembang. Tidak maju. Picik (tentang pikiran, pandangan, dan sebagainya).
Menurut Anda manakah makna kerdil yang tepat untuk sepakterjang sepakbola Depok dikaitkan dengan organisasi dan prestasinya sejak Depok lepas dari Pemerintahan Kabupaten Bogor, lalu berdiri sendiri menjadi sebuah Kota Administartif?
Faktanya, semakin berumurnya Kota Depok, sepakbola sebagai olahraga yang paling digemari di kota ini, justru dalam segi keorganisasian maupun prestasi semakin terpuruk. Memang tim sepakbola Porda Depok lolos kualifiaksi dan masuk putaran final Porda Jabar tahun 2018 yang akan digelar di Kabupaten Bogor. Namun, bagaimana proses tim Porda Depok mulai dari pembentukan manajerial, proses persiapan tim, hingga proses babak kualifikasi? Sejatinya bila ditelisik, sangat menyedihkan.
Andai Tim Porda ini hanyalah menjadi tanggungjawab Askot PSSI Depok, yakin tim ini, meski dihuni banyak pemain berbakat yang asli lahir dari pembinaan akar rumput SSB-SSB di kota Depok, belum tentu digaransi lolos ke putaran final. Karena menjadi tanggungjawab KONI, maka Tim Sepakbola Porda Depok ini jadi ada perhatian dari segenap pemimpin di kota yang jalan raya Margonda penuh dengan sparator/pembatas jalan serta bertebarannya Mall.
Pertanyaannya, bagaimana dukungan pemimpin Depok untuk organisasi dan prestasi sepakbola Depok? Mengapa kalau Ketua Askot PSSI Depok adalah bukan orang-orang yang sesuai dengan golongan partainya, dan tidak sejalan dengan misi pemerintahannya, pasti akan ditinggalkan? Mengapa sepakbola yang menjadi kegemaran dan banyak cikal bakal talenta asli Depok, yang seharusnya dapat mengembangkan diri bersama tim kebanggaan kota Depok, justru harus mati suri, di kotanya sendiri. Hingga para talenta muda ini, memilih hijrah dan bergabung dengan tim dari kota/kabupaten lain, khususnya di seputar Jabodetabek dan umumnya di kota/kabupaten lain di Indonesia?
Ketua bukan orang Wali Kota
Kini seluruh masyarakat pecinta sepakbola Depok sudah mahfum dan betul-betul memahami, akhirnya pasrah. Bila ketua Askotnya bukan orang-orangnya Bapak Wali Kota, maka sepakbola akan terlantar.
Yuyun Wirasaputra, benar-benar telah merasakan hal ini. Sejak menjadi orang nomor satu di PSSI Kota Depok hingga akhirnya mengundurkan diri dalam Kongres PSSI Kota Depok, Sabtu, 10 Februari 2018, sepakterjangnya dalam memimpin sepakbola Depok menuju prestasi, benar-benar penuh dengan penderitaan bathin. Memiliki kemampuan memimpin oraganisasi, kenyang asam garam persoalan kota Depok, karena pernah menjabat sebagai Wakil Walikota dan pejabat pemerintahan, dan segudang pengalaman dalam hal persepakbolaan kota Depok, dan bekal dana di kantong kanan kirinya terkuras demi sepakbola, pada akhirnya membuat keputusan mundur dari gelanggang sepakbola Depok. Menyedihkan.
Di mana sikap pemimpin Depok? Di mana keberpihakannya Wali Kota dan Wakilnya? Bahkan, setelah Yuyun mundur, Sang Wakil Walikota yang juga menjabat sebagai Wakil ketua Askot PSSI Depok, secara otomatis menjadi karataker Ketua, sejak mundurnya Yuyun, belum ada kabar, baik di seputar Kepengurusan maupun bagi publik sepakbola Depok sendiri bagaiaman kelanjutan jalannya organisasi Askot dan programnya.
Sejak awal Yuyun menjabat, para tetua di kota Depok, telah banyak yang bersuara. Percuma Pak Yuyun tetap bertahan di Askot PSSI Depok, pasti sepakbola Depok tetap akan terpenjara. Tidak ada dukungan yang akhirnya tidak mendatangkan permodalan dalam bentuk dana. Fasilitas sarana dan prasarana sepakbolapun tiada. Tidak pernah serius dipikirkan keberadaan stadion standar yang seharusnya sudah berdiri di kota ini. Pak Yuyun bukan orangnya Pak Wali Kota. Itulah ujaran yang sudah lama saya dengar di seputar dan di setiap ada perhelatan sepakbola di kota Depok.
Wali Kota terkena somasi RTH
Malah Sang Wali Kota, kini terkena somasi dari penggiat lingkungan yang menamakan diri Ruang Terbuka Hijau (RTH) Movement. Surat somasi kepada Wali Kota Depok Mohammad Idris Abdul Somad, dilayangkan pada Rabu (21/2/2018), karena Idris dianggap gagal dan kurang peduli atas pemenuhan RTH di Depok. Surat somasi diterima Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekretaris Daerah Depok, Herman Hidayat, mewakili Wali Kota Depok M Idris.
Koordinator RTH Movement, Alfred Sitorus, mengatakan, sesuai peraturan dan perundangan pihaknya memberikan waktu 2 X 7 hari atau dua minggu bagi Wali Kota Depok untuk mengklarifikasi atau memberi tanggapan atas somasi yang dilakukan pihaknya. Selama 2 X 7 hari, bila somasi tidak diindahkan atau ditanggapi, atau tidak menjawab poin-poin tuntutan, RTH Movement akan melakukan gugatan hukum. Lalu mengapa harus disomasi?
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2017 tentang penataan ruang, Depok wajib menyediakan 30 prosen dari total wilayahnya menjadi ruang terbuka hijau atau RTH. Namun sampai kini Depok hanya memiliki 16,33 persen saja RTK atau hanya sekitar 3.271 Ha saja. Menurut RTH Movement, Wali Kota Depok selama ini, cenderung memarginalkan atau meminggirkan ketersediaan ruang terbuka hijau atau RTH di Depok. Padahal ketersediaan RTH seperti yang diamanatkan UU, wajib dipenuhi suatu wilayah kota. Belum lagi, RTH juga memiliki sejumlah fungsi. Mulai dari menjadi paru-paru kota, wahana ruang publik atau public space bagi warga kota dalam rangka bersosialisasi, refreshing, berolah raga, atau bahkan berkesenian, dan lainnya. Bagaimana kelanjutan kisah RTH ini? Tentu mirip dengan keluh kesah publik sepakbola menyoal Stadion sepakbola yang merana.
Bagaimana sikap KONI Depok?
Kepengurusan Organisasi Asosiasi Kota (Askot) PSSI Depok periode 2014-2018, tinggal menghitung hari akan berakhir. Sang Nakoda sudah mengundurkan diri sebagai Ketua Umum Askot PSSI Kota Depok. Bagaimana sikap KONI kota Depok menyikapi hal ini?
Bukankah Seluruh induk cabang olahraga di kota Depok di bawah payung KONI? Tidak terkecuali sepakbola? Apa campur tangannya dengan situasi ini, padahal tim sepakbola Porda yang telah lolos ke putaran final sewajibnya sudah siap saji, diurusi dan diopeni keseluruhannya?
Lalu, apakah pejabat KONI yang membawahi tim porda sepakbola lebih memupuni dari pada individu yang duduk dalam kepengurusan dan manajerial Porda yang dihuni pengurus Askot PSSI Depok?
Saya melihat, ini juga persoalan besar, karena faktanya ada tumpang tindih dalam hal profesionalisme pekerjaan dan kemampuan keorganisasian. Sampai kapan? Sementara laga Porda sudah di depan mata!
Masa emas Badrul kamal
Bila kita runtut perkembangan sepakbola Depok, mulai sejak Kota Depok Lahir pada 27 April 1999, masa keemasannya adalah saat Kota Depok dipimpin oleh Wali Kota Badrul Kamal. Waktu itu, Askot masih bernama Pengcab, dan Persikad masih di bawah naungan Pengcab, belum menjadi klub profesional. Dan Ketua Persikad langsung dijabat Wali Kota.
Persikad yang mulai melangkah dalam kompetisi sepakbola nasional di bawah PSSI dari Divisi II, dari tahun ke-tahun terus maju dan berkembang hingga sampai ke tingkat Divisi I, lalu beralih ke klub profesional hingga masuk Divisi Utama yang berganti baju menjadi di Liga 2 di bawah kepemimpinan PSSI, Edy Rahmayadi.
Intinya, kisah sepakbola Depok dengan Persikad sebagai maskotnya, memang sangat membuat gairah masyarakat Depok karena dengan nama Persikad mentas di sepakbola nasional, Kota Depok langsung dikenal oleh seluruh publik sepakbola nasional. Apa pasalnya? Laga Persikad yang tayang di stasiun televisi nasional dan disaksikan oleh jutaan rakyat Indonesia, bahkan banyak yang baru tahu ada Kota di Indonesia bernama Depok.
Barangkali, masyarakat Kota Depok yang turut menjadi saksi atas kejayaan sepakbola Depok saat itu dengan Persikadnya, tentu akan rindu suasana sepakbola Depok yang kondusif karena pempimpin daerahnya justru memimpin langsung olahraga sepakbola yang digemari massa.
Wali Kota Berikutnya mematikan sepakbola
Sejak Badrul Kamal lengser dari Wali Kota, lalu Kota Depok dipimpin Nur Mahmudi Ismail bahkan hingga dua periode pemerintahan, saya dapat mengatakan bahwa Sang Wali Kota lah yang mematikan sepakbola Kota Depok dan Persikadnya. Dan yang paling menyedihkan, Pengcab PSSI Kota Depok pun mati suri.
Ada pengurusnya, ada programnya, namun setiap kali program kegiatan dijalankan, ujungnya akan buntu, karena dukungan anggaran sebagai modal bergulirnya proses kegiatan, macet akibat Sang Wali Kota tidak peduli lagi dengan olahraga ini. Jangankan menggelontorkan anggaran dari kantong sendiri, sekedar memberi rekomendasi sponsor/donasi karena Kota Depok dihuni oleh banyak Perusahaan dan Instansi pun tidak ada realisasi.
Begitu Nur akhirnya lengser, harapan sepakbola Kota Depok kembali bangkit dari mati suri karena di Jabat oleh Wakil Walikota Bapak Pradi, nyatanya, mati suripun menjadi tradisi.
Kerdil/picik
Haruskah tradisi mati suri dan Sang Wali Kota tidak peduli pada sepakbola terus di budayakan? Haruskah pejabat Ketua Askot PSSI Depok orang-orangnya Wali Kota atau yang segolongan politiknya?
Bila demikian, untuk calon Ketua Askot PSSI Depok periode 2018-2022, serahkan saja kepada Bapak Wali Kota untuk memilihnya. Lalu, bila Wali Kota lengser dari jabatannya, ikutlah lengser Sang Ketua Askot PSSI Depok. Lalu Ketua Askot PSSI kota Depok yang baru, minta Wali Kota baru memilih kembali orang-orangnya untuk jalankan sepakbola. Yakin dengan cara ini sepakbola Depok akan bangkit.
Dengan demikian, tidak perlu ada voters yang memilih calon ketua, pun tidak perlu ada Kongres memilih ketua. Tidak peduli, siapapun calon ketuanya. Tidak harus mumpuni dalam bidang organisasi. Tidak harus kaya. Yang penting orang-orannya Wali Kota.
Bisa jadi ini adalah jalan terbaik agar sepakbola Depok tidak menelantarkan aset dan talenta muda asli Depok berkembang di lingkungan dan kota kebanggaannya sendiri! Meski ini adalah tindakan picik, kerdil, mungkin harus dicoba dari pada sepakbola Depok menahun sengsara!
Ayo Bapak Wali Kota, pilih orang-orang Anda. Dudukan sebagai ketua Askot PSSI Kota Depok, Jangan anak-anak muda Depok yang bertalenta menjadi korban taktik dan intrik yang sewajibnya tidak ada di dalam lingkungan olahraga sepakbola. Buktikan bahwa bila orang-orangnya Wali Kota yang menjabat di Askot, sepakbola Depok akan maju seperti anggapan semua pecinta publik sepakbola Depok. Tidak perlu lagi sportivitas olahraga, intrik dan taktik politik silakan dicoba, hingga terbukti nyata, sepabola Depok berkembang di negerinya sendiri, meski dengan pemimpin boneka! (*)
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.
Terkini
Kamis, 11 Desember 2025 | 19:43 WIB
Minggu, 30 November 2025 | 18:13 WIB
Jumat, 28 November 2025 | 11:52 WIB
Jumat, 28 November 2025 | 08:55 WIB
Senin, 10 November 2025 | 19:20 WIB
Senin, 10 November 2025 | 14:10 WIB
Jumat, 31 Oktober 2025 | 20:04 WIB
Rabu, 29 Oktober 2025 | 18:05 WIB
Selasa, 28 Oktober 2025 | 17:53 WIB
Senin, 27 Oktober 2025 | 13:06 WIB
Jumat, 24 Oktober 2025 | 13:50 WIB
Kamis, 23 Oktober 2025 | 11:48 WIB
Selasa, 21 Oktober 2025 | 17:05 WIB
Kamis, 16 Oktober 2025 | 17:36 WIB
Rabu, 15 Oktober 2025 | 22:52 WIB
Rabu, 15 Oktober 2025 | 22:29 WIB
Senin, 6 Oktober 2025 | 19:20 WIB
Jumat, 26 September 2025 | 16:36 WIB
Selasa, 16 September 2025 | 19:56 WIB
Senin, 15 September 2025 | 21:59 WIB