Senin, 22 Desember 2025

Ada Wacana PSSI Kembali Dibekukan, Bagaimana dengan Askot PSSI Depok?

- Jumat, 27 Juli 2018 | 09:14 WIB
FOTO: Supartono, Pengamat Sepakbola Nasional Oleh Drs. Supartono, M.Pd.   Kasihan publik sepakbola nasional yang ingin menikmati sepakbola Indonesia berprestasi, namun nilai-nilia sportivitas, sering kali hanya menjadi slogan di atas kepentingan politik dan golongan. (Supartono JW.26072018)  Sepakbola nasional yang terus menggeliat setelah bangkit dari keterpurukan baik nirprestasi dan dibekukan Pemerintah, nyatanya terus menyimpan potensi polemik. Terpilihnya Sang Ketua Umum Edy Rahmayadi menjadi Gubernur, melahirkan adanya Surat Petisi agar Edy tidak rangkap jabatan dan melepas jabatan sebagai Ketua Umum PSSI. Tidak ada angin tidak ada hujan, kini PSSI pun tergoyang kembali. Sungguh saya kaget, membaca artikel yang memuat judul “Menpora Ancam Kembali Bekukan PSSI”. Bisa jadi, membaca judul dan isi artikel tersebut, seluruh publik sepakbola nasionalpun tentu kaget juga. Kok, Menpora tiba-tiba memunculkan wacana pembekuan PSSI di tengah seluruh timnas berbagai kelompok umur akan berjibaku mendulang prestasi sepakbola nasional yang selama ini tertidur. Terlebih Indonesia segera akan dikunjungi puluhan negara peserta Asean Games. Sejatinya saya menyayangkan bila wacana Menpora kembali membekukan PSSI tersiar di berbagai media, maka berita yang tersiar di media online, secara otomatis akan dapat dibaca oleh publik dunia. FIFA pun secara otomatis langsung dapat membaca bila sepakbola nasional ada masalah kembali. Menyoal Kali Item di dekat Wisma Atlet saja menjadi viral dan media Asing ikut menulis berita, karena media cetak, media online dan televisi di dalam negeri menjadikan isu Kali Item berita utama menjelang Asean Games. Persoalan Kali Item pun melebar dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berseberangan dengan Gubernur DKI Jakarta. Apalagi persoalannya bila tidak berkait dengan perseteruan politik selama ini. Intinya, media online itu, pembacanya seluruh dunia. Namun, bila saya kaitkan persoalan wacana Menpora kembali membekukan PSSI, saya jadi teringat dengan artikel yang saya tulis dengan judul “Ada Apa dengan Askot PSSI Depok dan Asprov PSSI Jabar” di Kompasiana (5/7/2018). Saat itu, saya hanya memahami ada yang tidak beres dengan pembatalan Kongres Askot PSSI Depok oleh Asprov PSSI Jabar. Namun adanya ketidakberesan tersebut, ternyata Kongres Askot PSSI Depok malah diselenggarakan di sekretariat Asprov PSSI Jabar, di Bandung dengan kekuasaan penuh oleh Asprov PSSI Jabar. Lucu dan ironis, di zaman ini, masih ada sikap dan perilaku organisasi yang demikian. Apa Asprov PSSI di tempat lain, di Indonesia, ada yang demikian juga? Malam ini, saat iseng membuka media dan membaca, ternyata saya temukan artikel yang sangat menarik. Artikel tersebut di tulis oleh media online di Depok (26/4/2018). Petikan bahasannya adalah:             Luar biasa, organisasi di Depok selalu Diobok-obok penguasa. Wali Kota Depok, Mohammad Idris dituding kerap melakukan intervensi untuk memuaskan nafsu kekuasaannya menguasai sejumlah organisasi-organisasi mitra Pemerintah Kota (Pemkot) Depok, di antaranya Dewan Kesenian, PMI, Korpri, Baznas, KNPI, KONI, Kadin, dan Askot PSSI.             Organisasi-organisasi tersebut diduga kepengurusannya diharuskan orang-orang yang direstui Wali Kota Depok, kalau bukan maka yang terjadi dualisme organisasi atau ada organisasi tandingan bahkan organisasi tersebut dibiarkan konflik. Nah, kali ini yang jadi korbannya Asosiasi Kota Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (Askot PSSI) Kota Depok. Barangkali bila Menteri Pemuda dan Olahraga mendengar informasi tentang perseteruan Askot PSSI Depok dan Asprov PSSI Jabar  yang terkesan ditunggangi kepentingan, kira-kira apa kesan dan sikapnya ya? Bila Menpora membuka wacana kembali untuk membekukan PSSI karena masih ada pengaturan  skor dan dianggap menjadi salah satu praktik yang masih sering terjadi dalam sepak bola Indonesia, lalu apakah masalah Askot PSSI Depok yang diatur dan diambil alih oleh Asprov PSSI Jabar, bukan sebuah praktik pengaturan juga? PSSI pernah dibekukan oleh pemerintah pada April 2015 hingga dicabut pada Mei 2016. Sejumlah faktor termasuk banyaknya kecurangan dalam kompetisi menjadi alasan pemerintah melakukan pembekuan kepada PSSI. Bagaimana PSSI? Masalah Askot PSSI Depok yang resmi dan dikuasai oleh Asprov PSSI Jabar hingga diselenggarakannya Kongres Askot PSSI Depok di sekretriat Asprov PSSI Jabar dan terpilih Ketua Askot PSSI Depok yang baru? Bagaimana bila Menpora melihat kondisi seperti ini? Bukankah ini juga masuk wilayah praktik pengaturan juga? Terlebih bila dikaitkan dengan wacana dalam media online di Depok yang sudah saya ungkap tersebut. Bagaimana organisasi sepakbola di Indonesia mau maju, bila persoalan mendasar dalam organisasi selalu mengulang kesalahan yang sama, hingga Menporapun mengapungkan wacana membekukan PSSI lagi. Sementara, Depok yang hanya di sebalah Jakarta, oraganisasi sepakbolanya pun turut terkena “pengaturan”, jauh dari sikap sportif, namun malah ada intrik, taktik, dan didasari politik. Jangan-jangan, selama ini, praktik seperti yang terjadi di Depok terjadi juga di daerah lain, namun semua diam saja. Kasihan publik sepakbola nasional yang ingin menikmati sepakbola Indonesia berprestasi, namun nilai-nilia sportivitas sering kali hanya menjadi slogan di atas kepentingan politik dan golongan. Kapan sepakbola nasional bisa lepas dari kepentingan-kepentingan dan dijadikan kendaraan politik yang menciderai sportivitas? Lahirnya PSSI di tahun 1930, dilandasi oleh perjuangan untuk membebaskan diri dari penjajah. Kendati bentuknya organisasi olahraga, namun spirit dan semangatnya adalah untuk memperjuangkan kemerdekaan. Ada rasa memiliki di dalamnya. Ada persatuan dan kesatuan. Nah, mengapa kini di tengah persaingan sepakbola modern, PSSI dan sepakbola justru dijadikan kendaraan untuk kepentingan pribadi dan golongan? Barangkali agar organisasi PSSI bersih dari kepentingan, ditunggangi layaknya kendaraan pribadi dan golongan, tidak ada penguasaan dan pengaturan oleh pribadi dan gologan juga demi melanggengkan kekuasaan, mungkin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu menyasar Operasi Tangkap Tangan (OTT) ke PSSI juga. Bersihkan PSSI dan kepanjangan tangan PSSI yaitu Asprov, Askot dan Askab dari persoalan yang jauh dari nilai-nilai sportivitas. (*) *)Pengamat Sepakbola Nasional, Pengamat Pendidikan nasional

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Membangun Komunikasi Inklusif Bagi Difabel

Kamis, 11 Desember 2025 | 19:43 WIB

Satu Negeri Dua Realitas

Jumat, 28 November 2025 | 08:55 WIB

Pahlawan Hari Ini

Senin, 10 November 2025 | 19:20 WIB

Menembus Pasar Internasional dengan Produk Daur Ulang

Selasa, 16 September 2025 | 19:56 WIB
X