Oleh: Muqorobin
Kepala SMP Avicenna Cinere
Fonder Pusat Terapi dan Edukasi Tootie Kidz Center
Suatu ketika, seorang kawan hendak pulang ke kampung halaman setelah lama tinggal di salah satu kota besar. Saat di bandara, ia masih punya banyak waktu untuk menunggu. Sambil menunggu jadwal penerbangan, ia membeli secangkir kopi dan sekantong kue kering.
Merasa keberatan dengan kopernya, ia berjalan menuju ke sebuah meja kosong. Sambil membaca surat kabar pagi dan ketika itu pula ia sadar ada seseorang yang merogoh kantong kertas yang berisi kue di meja nya. Dari balik surat kabarnya, ia sangat terkejut melihat seorang pemuda yang berpakaian rapi sedang mengambil kuenya. Karena kawan saya tidak mau ambil pusing dan membuat keributan, ia hanya mengambil kuenya saja tanpa berkata apa-apa.
Satu menit berlalu. Terdengar lagi suara keresek pada kantong kue. Ternyata pemuda itu sedang mengambil kuenya lagi. Ketika kuenya tinggal satu, kawan saya menjadi sangat marah, tetapi lagi-lagi ia tidak bilang apa-apa secara langsung kepada pemuda tersebut, yang ada hanya bergumam “dasar tidak tahu malu”, “malu-maluin deh!”. Lalu, pemuda itu membelah kuenya, memberikan separuh kepada kawan saya, ambil dan makanlah, lalu pemuda itu beranjak pergi.
Setelah beberapa waktu berlalu, ketika nama kawan saya dipanggil untuk naik ke pesawat, kawan saya masih dalam kondisi kesal dan marah. Singkat cerita, betapa malunya ketika ia membuka tasnya dan menemukan kantong kuenya sendiri. Jadi, dari tadi yang ia makan adalah kuenya pemuda itu. Ketika itu pula, kawan saya lantas beristighfar memohon ampun kepada Allah SWT.
Dari cerita di atas, kita dapat melihat betapa buruk sangka terhadap orang lain pada zaman sekarang sangat mudah terjadi. Bahkan, saat ini kita juga sangat mudah dan cepat mengalami buruk sangka akibat informasi yang kita dapat belum tentu kebenarannya. Penyebabnya, sikap tidak teliti dan terlalu terburu-buru dalam mengambil kesimpulan atas informasi yang kita terima. Setiap orang pernah mengalami buruk sangka pada orang lain. Mulai di lingkup terkecil, seperti keluarga, sampai lingkup terbesar seperti dalam lingkungan masyarakat.
Dalam kondisi seperti itu, tidak jarang perilaku buruk sangka membawa dampak negatif bagi diri sendiri yang bersangkutan dan lingkungan sekitarnya. Setidaknya, orang yang buruk sangka memiliki perasaan merasa paling benar, egois dan selalu berpandangan subyektif, yang menjadikannya kurang dihormati oleh orang lain. Sikap itulah yang pada akhirnya dapat memunculkan masalah dan memperkeruh kondisi masalah serta menciptakan permusuhan dengan sesama umat manusia.
Terkait dengan hal itu, Rasulullah SAW mengingatkan dalam sabdanya “Hati-hatilah kalian terhadap prasangka (buruk) karena prasangka (buruk) adalah perkataan yang paling dusta.” (HR. Muslim).
Islam sebagai agama yang berprinsip pada nilai-nilai kemuliaan memberikan nasihat kepada kita agar selalu bersikap benar dan tidak berburuk sangka kepada orang lain. Allah SWT berfirman “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berburuk sangka (kecurigaan), karena sebagian dari berburuk sangka itu dosa”. (QS. Al-Hujurat : 12).
Karena berburuk sangka adalah bagian dari perbuatan dosa, maka setiap orang mukmin dalam berpikir, berkata dan bertindak seharusnya mendasarkan pada nilai-nilai kebenaran dan positive thinking. Dengan cara mengasah kepekaan hati dan kejujuran pikiran sebagai landasan dalam dalam bersikap serta menjauhkan prasangka buruk dalam diri.
Terakhir, bila dalam diri seseorang mulai ada benih-benih berburuk sangka kepada orang lain, agama memerintahkan agar kita melakukan istighfar, koreksi diri dan tabayyun. Allah SWT berfirman “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”(QS. Al-Hujurat: 6).
Pada ayat lain Allah juga berfirman “Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya. (Q.S al-Isra’ : 36).
Oleh karena itu, saatnya kita untuk menguatkan sikap selalu berbaik sangka dan mengutamakan tabayyun dalam merespon setiap permasalahan. Setidaknya, dengan jalan itu akan mendorong lahirnya amal kebaikan, kerukunan, perdamaian, kemaslahatan dan sikap saling menghargai. Wallahu a'lam bisshawab. (*)
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.
Terkini
Kamis, 11 Desember 2025 | 19:43 WIB
Minggu, 30 November 2025 | 18:13 WIB
Jumat, 28 November 2025 | 11:52 WIB
Jumat, 28 November 2025 | 08:55 WIB
Senin, 10 November 2025 | 19:20 WIB
Senin, 10 November 2025 | 14:10 WIB
Jumat, 31 Oktober 2025 | 20:04 WIB
Rabu, 29 Oktober 2025 | 18:05 WIB
Selasa, 28 Oktober 2025 | 17:53 WIB
Senin, 27 Oktober 2025 | 13:06 WIB
Jumat, 24 Oktober 2025 | 13:50 WIB
Kamis, 23 Oktober 2025 | 11:48 WIB
Selasa, 21 Oktober 2025 | 17:05 WIB
Kamis, 16 Oktober 2025 | 17:36 WIB
Rabu, 15 Oktober 2025 | 22:52 WIB
Rabu, 15 Oktober 2025 | 22:29 WIB
Senin, 6 Oktober 2025 | 19:20 WIB
Jumat, 26 September 2025 | 16:36 WIB
Selasa, 16 September 2025 | 19:56 WIB
Senin, 15 September 2025 | 21:59 WIB