Senin, 22 Desember 2025

Islam itu Berdamai dengan Hukum

- Jumat, 24 Juli 2020 | 11:00 WIB
  Oleh: K.H. A. Mahfudz Anwar Ketua MUI Kota Depok   ISLAM itu merupakan aturan hidup yang paling lengkap dan sempurna. Secara nyata Islam itu bisa dilihat pada tataran teori atau keilmuan juga bisa dilihat dan dirasakan dalam realita kehidupan. Tidak jarang orang merasakan hidup dalam ketenangan manakala sudah bernaung di bawah ajaran Islam. Islam itu tidak hanya label, tapi juga essensi. Karena sejatinya Islam itu hakikat tuntunan yang sebenar-benarnya datang dari Sang Pencipta alam semesta ini. Dan Pemelihara alam semesta (Rabbul ‘alamien) Jadi panduan yang didapati sudah pasti sesuai dengan kenyataan hidup ini. Ketika seseorang sudah menyatakan dirinya ber-Islam, maka segala aturan agamanya harus dijalani dengan benar, sesuai dengan petunjuk yang terdapat dalam Al-Qur’an. Tidak ada sedikitpun celah untuk menghindar dari hukum (aturan Islam). Suka atau tidak suka, ia harus ikut dan tunduk pada aturan Tuhannya. Sebagaimana informasi yang kita dapat dalam Q.S. Ali Imran, 83: Maka mengapa mereka mencari agama yang lain selain agama Allah, padahal apa yang ada di langit dan di bumi berserah diri kepada-Nya baik dengan suka mapun terpaksa, Dan hanya kepada-Nya mereka dikembalikan. Sebagai konsekwensi logis, manakala sudah menyatakan dirinya ber-Islam, maka ia harus memproses Islam hingga pada essensinya yang luas dan mendalam. Dia harus menginternasisasikan ajaran Islam pada kehidupan yang dijalani sepanjang waktu. Maka proses ber-Islam itu tidak cukup sebentar. Karena Allah SWT. memberi kesempatan kepada manusia dengan durasi waktu yang sangat panjang. Oleh karena itu bisa jadi seseorang hari ini masih kafir, tapi suatu saat dia masuk Islam (muallaf). Atau mungkin dia hari ini penuh dengan lumpur dosa, tapi suatu ketika dia bertaubat dan menjadi muslim yang taat. Atau sebaliknya hari ini dia dilihat sebagai muslim yang baik, tapi di lain waktu dia terperosok dalam lumpur dosa (na’uzu billah). Maka nilai ke-Islaman seseorang tidak hanya dilihat hari ini saja. Tapi mesti dilihat dari kemaren, sekarang dan masa yang akan datang. Durasi yang panjang itulah proses beragama yang sesungguhnya. Apakah dia bisa berdamai dengan hukum atau aturan Allah SWT. Dalam arti mau mematuhi aturan Allah SWT dengan keseluhannya. Ketika mendapati hukum perintah (wajib dan sunnah) apakan dia merasa terpanggil untuk mengerjakannya atau tidak. Begitu pula ketika mendapati hukum larangan (haram atau makruh) apakah dia merasa tercegah atau tidak. Kalau saja dia sudah bisa berdamai (mengadaptasi) dengan Hukum Allah SWT, maka sempurnalah ke-Islamannya. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa kita tidak dapat menilai keberagamaan seseorang hanya dalam waktu singkat (hari ini saja), tapi kita harus melihat proses perjalanan hidupnya, sampai seseorang itu mengakhiri riwayat hidupnya. Apakah dia berpegang teguh pada Islam sampai akhir kehidupannya, maka bisa jadi, kita katakan dia husnul khatimah. Maka dalam tradisi kita ada namanya peringatan Haul tahunan atas kematian seseorang yang diniatkan memperingati orang yang mendapat penilaian Husnul Khatimah. Agar kita bisa mengambil pelajaran dari kehidupan ber-Islamnya yang istikomah sampai akhir hayat. Sekian, semoga bermanfa’at. Wallahu a’lam. (*)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Membangun Komunikasi Inklusif Bagi Difabel

Kamis, 11 Desember 2025 | 19:43 WIB

Satu Negeri Dua Realitas

Jumat, 28 November 2025 | 08:55 WIB

Pahlawan Hari Ini

Senin, 10 November 2025 | 19:20 WIB

Menembus Pasar Internasional dengan Produk Daur Ulang

Selasa, 16 September 2025 | 19:56 WIB
X