Senin, 22 Desember 2025

Merawat Aset Kekayaan Hati

- Jumat, 4 September 2020 | 11:18 WIB
  Oleh: K.H. A. Mahfudz Anwar Ketua MUI Kota Depok   MANUSIA pada dasarnya telah dibekali oleh Tuhan dengan kekayaan yang luar biasa untuk mengelola alam raya ini. Dan itu menjadi aset manusia yang bisa digunakan untuk eksis terus selama dia menjalani hidupnya. Baik berupa asset yang kelihatan (harta benda) maupun asset yang tidak kelihatan (isi hati). Dan asset harta sifatnya sangat lemah, sedangkan asset hati sangat kuat. Namun Itu tergantung pada orangnya yang mengelolanya. Asset hati (ghinan nafsi) itu sangat banyak sekali ragamnya yang dimiliki oleh setiap orang. Jika mampu mengelolanya dengan baik, maka akan berdampak sangat baik, tapi jika tidak mampu mengelolanya, maka hidupnya menjadi keropos dan mudah terombang-ambing bagaikan pohon yang diterpa oleh angin yang kencang. Kekayaan tersebut memang bersifat abstrak, tapi dapat dirasakan oleh setiap orang yang berjiwa. Berupa apa itu? Islam menginformasikan kepada kita, yaitu berupa nilai ke-ikhlasan, keadilan, kejujuran, kebaikan, kebenaran, kesucian dan sebagainya. Maka pendidikan yang berstandar nilai-nilai Al-Qur’an sangat kuat membentuk pribadi-pribadi muslim yang tangguh. Misalnya saja seseorang yang mengembangkan nilai ke-ikhlasan akan menjadi manusia yang sangat bertanggung jawab dalam semua kegiatannya. Tidak hanya bertanggung jawab kepada manusia, tetapi juga bertanggung jawab kepada Tuhannya (Allah SWT). Sehingga ia bekerja sangat berhati-hati dan ulet sampai meraih kesuksesan. Demikian juga seseorang yang menjunjung tinggi rasa keadilan, dia akan selalu mempertimbangkan keuntungan bersama. Usaha yang dilakukan selalu berorientasi pada keuntungan orang banyak. Bukan hanya mencari keuntungan pribadi. Dan jika membuat aturan, selalu humanis, sehingga dirasakan kebaikannya oleh banyak orang. Hal ini akan sangat berbeda jika seseorang tidak mengembangkan sikap ikhlas, maka mungkin bertanggung jawab kepada manusia, tapi belum tentu bertanggung jawab kepada Tuhannya. Sehingga bisa saja mencurangi manusia, karena tidak takut kepada Tuhannya. Begitu juga jika seseorang tidak mendasari pekerjaannya dengan rasa keadilan, maka dia hanya akan mengejar keuntungan pribadi, dan mungkin bisa merugikan orang lain. Tidak peduli orang lain rugi atau untung, yang penting dia pribadi mendapatkan keuntungan yang banyak.   Demikian juga nilai kejujuran dewasa ini banyak orang menganggap sesuatu yang mahal. Seakan tak terbeli oleh manusia biasa. Hanya manusia setengah dewa yang masih bisa mengembangkan sikap jujur ini. Karena jujur yang sebenarnya adalah sikap yang bisa menjadikan setiap langkah manusia beruntung. Karena dengan kejujuran itu seseorang bisa meraih hasil yang hakiki. Istilahnya setiap langkahnya terkoreksi dan termonitor dengan baik. Sehingga sedikit mengalami kesalahan. Berbeda halnya jika seseorang mengembangkan sikap bohong. Dia akan melakukan pembohongan publik yang suatu saat akan terbongkar. Dan akan matilah karir perjalanan hidupnya. Jujur pada manusia juga jujur kepada Tuhan, pasti akan membawa dampak positif bagi dirinya dan bagi orang lain. Dan orang yang cinta kebaikan akan selalu berusaha to be (menjadi) baik. Baik (ihsan) untuk dirinya dan untuk orang lain. Jika kamu berbuat baik, maka kebaikan itu kembali pada dirimu. Begitulah agama Islam mengajarkan pada pemeluknya, agar senantiasa berbuat baik. Berbuat yang bermanfaat buat kehidupan manusia. Mempelajari alam semesta dengan tujuan untuk mengalirkan air kehidupan. Jadi untuk kehidupan bersama. Tidak pernah orang beriman itu berpikir ingin menjatuhkan atau merugikan orang lain. Apalagi mencederai orang lain. Di situlah peran guru yang selalu menjadi mata air kehidupan buat anak-anak didiknya. Demikian ini yang sebenarnya telah dimiliki oleh setiap Ibu yang telah melahirkan makhluk yang bernama manusia ini. Sejalan dengan itu maka sebenarnya kekayaan hatilah yang sejatinya bisa mengantarkan manusia pada kesuksesan hidupnya. Sebab tanpa modal yang berupa asset kebaikan hati, seseorang akan sulit menapaki jalan hidup ini. Dan itulah yang biasa dipahami sebagai bimbingan Ilahiyah (bimbingan ruhani). Yang berupa kebaikan universal. Kebaikan yang tidak bisa diingkari oleh siapapun. Semoga kita menyadari akan kekayaan hati yang berupa potensi energy poitif yang bisa menjadikan kita lebih baik dan lebih baik lagi. Sampai hampir pada garis kesempurnaan. Sekian. Wallahu alam. (*)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Membangun Komunikasi Inklusif Bagi Difabel

Kamis, 11 Desember 2025 | 19:43 WIB

Satu Negeri Dua Realitas

Jumat, 28 November 2025 | 08:55 WIB

Pahlawan Hari Ini

Senin, 10 November 2025 | 19:20 WIB

Menembus Pasar Internasional dengan Produk Daur Ulang

Selasa, 16 September 2025 | 19:56 WIB
X