Oleh : K.H. A. Mahfudz Anwar
Ketua MUI Kota Depok
SEJAK zaman Plato, Aristoteles dan tokoh-tokoh yang sezaman dengannya, sudah memperdebatkan masalah jiwa dan jasad (raga). Bahkan perdebatan mereka terus memunculkan spekulasi para Psikolog yang hidup jauh sesudahnya.
Hal ini dikarenakan pandangan mereka tentang jiwa bisa mempengaruhi pada kesimpulan-kesimpulan hidup yang tumbuh di masyarakat. Bahkan Aristoteles memandang bahwa jiwa itu sangat erat dengan keberadaan jasad. Sehingga segala perbuatan manusia yang tampak dari luar bisa jadi pengaruh dari jiwa. Dan oleh karenanya antara jiwa dan jasad bisa saling mempengaruhi.
Sehingga bahagia dan tidaknya seseorang sangat tergantung pada keduanya (jasad dan jiwa). Sayangnya analisa tentang jiwa oleh mereka tidak dikaitkan dengan ke-Tuhanan. Sehingga dimensi gaib tentang jiwa bisa terbatas pada pandangan akal pikiran –intelektualias- semata. Dan ini bisa jadi tidak menjangkau pada Ruh Ilahiyah yang semestinya menjadi kekuatan analisa.
Sedangkan dalam pandangan Islam memandang bahwa manusia itu terdiri dari Jasmani dan Rohani. (Di mana ruh ditiupkan ke dalam jasad manusia pada saat proses penciptaannya). Dari yang kasat mata dan yang tidak tampak. Jadi ada sesuatu yang tidak bisa dilihat yang juga sering diistilahkan meta fisika, dalam proses analisis eksistensial. Bahkan sekarang banyak orang yang terkejut-kejut dengan keberadaan dunia maya. Yaitu dunia yang bisa dilihat oleh orang yang mampu berselancar di dalamnya. Bagi orang yang tidak mampu berselancar di dunia maya, tidak akan mengetahui hiruk pikuk berita di dalamnya, baik yang faktual maupupun yang Hoax. Karena dunia maya itu mirip dengan keberadaan barang gaib.
Dan ada sesuatu X yang disebut dengan Hawa Nafsu. Baik di dalam Al-Qur’an maupun al-Hadits banyak disebut –dijelaskan- masalah hawa nafsu dan segala probematikanya. Misalnya saja, jika seseorang ingin selamat dari Pengadilan Tuhan kelak di alam Baqa’, maka ia harus mampu mengendalikan hawa nafsunya. Jika ia bisa menggiring hawa nafsunya ke kotak yang tersembunyi, maka tidak akan muncul dan tidak bisa mempengaruhi jasadnya untuk berbuat negatif ataun destruktif.
Dan perbuatannya hanya terwujud dalam perbuatan positif saja. Positif bagi dirinya dan positif bagi orang di sekelilingnya. Dan itulah hakikat dari ungkapan Nabi Muhammad SAW: Bahwa seorang muslim yang baik (positif) adalah orang yang mampu menjaga keselamatan orang lain dari keburukan lisan dan tangannya.
Adalah suatu keniscayaan bagi setiap muslim agar mengetahui cara mengendalikan hawa nafsunya. Mengekangnya, bukan membuhuhnya. Karena keinginan jiwa itu selalu ada dan bisa memacu seseorang untuk lebih giat bekerja. Atau lebih giat beribadah (taqarrub kepada Allah SWT). Misalnya saja seseorang yang sangat ingin kaya, boleh-boleh saja, asal dengan cara-cara yang dibolehkan oleh islam. Sehingga bisa memacu seseorang tersebut dalam giat bekerja dengan menapaki jalan yang benar dan lurus. Sehingga memperoleh kekayaan dan kekayaannya itu memberi manfaat pada diri, keluarga dan orang yang ada di sekitarnya.
Dan jika ada orang yang memiliki nafsu ingin menikahi seorang wanita. Itu sah-sah saja. Asal dengan cara yang syar’i. Dengan cara-cara yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Sehingga wanita yang didapat adalah wanita shalihah yang mampu mendorong semangat bekerja dan beribadah.
Dalam kapasitasnya sebagai tokoh sufi di kalangan Ahlu sunnah wal-Jama’ah, Hujjatul Islam al-Imam al-Ghozali merupakan salah satu figur yang mendekatai kesempurnaan ilmiah dalam mengupas tata kelola nafsu ini. Dan para tokoh psikolog muslim banyak yang mengikuti Madzhab Sufi Al-Ghozali. Termasuk di Negara Indonesia, Malaysia, Maroko, Mesir dan Negara-negara Islam sejenis, dll. Sangat populer dalam kajian tentang pengendalian nafsu.
Dan konsep mujahadah serta konsep riyadlah sangat melekat dalam praktek maupun analisa ilmiah para pengikutnya. Dan hingga sekarang berkembang di jalur Thariqah Mu’tabarah. Maka dengan kajian ini semoga tidak terjadi pembiaran terhadap nafsu yang sulit untuk dilakukan oleh orang-orang yang hidupnya didominasi oleh logika sekuler. Wallahu a’lam. (*)
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.
Terkini
Kamis, 11 Desember 2025 | 19:43 WIB
Minggu, 30 November 2025 | 18:13 WIB
Jumat, 28 November 2025 | 11:52 WIB
Jumat, 28 November 2025 | 08:55 WIB
Senin, 10 November 2025 | 19:20 WIB
Senin, 10 November 2025 | 14:10 WIB
Jumat, 31 Oktober 2025 | 20:04 WIB
Rabu, 29 Oktober 2025 | 18:05 WIB
Selasa, 28 Oktober 2025 | 17:53 WIB
Senin, 27 Oktober 2025 | 13:06 WIB
Jumat, 24 Oktober 2025 | 13:50 WIB
Kamis, 23 Oktober 2025 | 11:48 WIB
Selasa, 21 Oktober 2025 | 17:05 WIB
Kamis, 16 Oktober 2025 | 17:36 WIB
Rabu, 15 Oktober 2025 | 22:52 WIB
Rabu, 15 Oktober 2025 | 22:29 WIB
Senin, 6 Oktober 2025 | 19:20 WIB
Jumat, 26 September 2025 | 16:36 WIB
Selasa, 16 September 2025 | 19:56 WIB
Senin, 15 September 2025 | 21:59 WIB