Oleh: Dr. H. Heri Solehudin Atmawidjaja*)
RADARDEPOK.COM – Hari ini kita memperingati hari dan momentum yang sangat penting sebagai ummat Nabi Muhammad SAW. Sebagai momentum penting karena peristiwa perjalanan Nabi Muhammad SAW ini adalah merupakan peristiwa sejarah yang berimplikasi terhadap seluruh aspek kehidupan ummatnya. Peristiwa Isra dan Mi’raj merupakan peristiwa perjalanan yang bermakna vertikal dan horizontal. Rangkaian perjalanan Isra dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dan kemudian dilanjutkan dari Masjidil Aqsha ke Sidratil Muntaha, diawali dengan pembersihan dada Rasulullah dengan air Zam-zam, yang dapat diartikulasikan sebagai upaya membersihkan hati dan niat sebelum menerima amanat sehingga akan tetap istiqomah didalam memegang amanah yang diembannya.
Bertepatan dengan tahun politik saat ini, peristiwa ini dapat menjadi ruh dan inspirasi. Karena jika dicermati lebih lanjut kisah perjalanan lsra Mi’raj dapat dijadikan rujukan dan pelajaran penting dalam menentukan kepemimpinan, dimana seorang pemimpin harus memiliki ketulusan niat yang kemudian terwujud dalam integritas moral, yang harus menjadi dasar paling utama. Peristiwa di Baitul Maqdis ketika Rasulullah SAW ditawari dua jenis minuman yaitu khamr (minuman yang memabukkan) dan susu, dimana Rasulullah SAW kemudian memilih susu adalah merupakan simbol dari integritas moral seorang pemimpin, dimana dia tidak boleh tergoda oleh segala tipu daya dan bujuk rayuan, baik dari lingkungan sekitarnya ataupun pihak-pihak lain yang berusaha untuk mengambil keuntungan dari kepemimpinannya, sehingga dapat terhindar dari praktek patgulipat, kongkalikong, mental korup dan abai terhadap kepentingan rakyat.
Suara Rakyat adalah Suara Tuhan
Proses dan negosiasi dalam menentukan waktu sholat yang awalnya berjumlah 50 waktu dalam satu hari dan kemudian ditawar bertahap dan berkali-kali sampai menjadi 5 waktu, adalah bentuk kepedulian Muhammad SAW sebagai sosok seorang pemimpin yang harus mengerti kemampuan ummatnya. Inilah yang hari ini kita butuhkan, seorang pemimpin yang mengerti kesusahan rakyatnya, sehingga setiap kebijakan yang diambil harus didasarkan pada kepentingan rakyatnya. Suatu role model kepemimpinan yang dapat merealisasikan kehendak rakyat tanpa menggunakan otoritasnya sebagai pemegang mandat tertinggi dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Didalam praktek demokrasi suara Tuhan telah diwakilkan kepada rakyat, maka rakyat menjadi pemegang otoritas untuk menentukan pimpinan, karena itu sudah semestinyalah rakyat mencari dan memilih sosok pemimpin yang dapat merepresentasikan kepentingannya. Bukan pemimpin yang hanya bisa memerintah dan membuat peraturan, tetapi pemimpin yang mampu memimpin dengan hati didasarkan pada nilai-nilai ketaqwaan kepada Allah SWT. Sehingga akan terbangun harmoni dan keselarasan antara pemimpin dengan yang dipimpinnya, sebagaimana disebutkan dalam Hadist Nabi “Ati’ullah wa’atii’ rasul wa ulil amri minkum” yang artinya adalah Taatilah Allah dan taatilah RasulNya dan ulil amri di antara kamu.
Maka sebuah keniscayaan bagi ummat Islam didalam memilih pemimpin harus didasarkan pada sudut pandang ketuhanan dan kemanusiaan. Seorang pemimpin harus memiliki karakter religius yang kuat dan pada saat yang sama juga harus memiliki kepekaan sosial yang tinggi. Sehingga setiap kebijakan yang akan diambilnya selalu didasarkan pada ketaqwaan kepada Sang Khaliq dan kecintaanya kepada rakyatnya.
Perjuangan Menuju Perubahan
Akhirnya ditangan kitalah semuanya akan berpulang, kita memiliki kewenangan untuk memilih, tahun 2024 adalah waktunya kita menentukan. Jika pemimpin adalah gambaran dari apa dan siapa yang dipimpinnya, maka kita sudah waktunya (Its Time) kita menentukan pilihan terbaik dari putra terbaik bangsa saat ini, untuk kita, untuk masa depan anak-cucu kita, dan untuk masa depan bangsa kita tercinta ini.
Sebagai kata penutup marilah kita jadikan momentum peristiwa Isra Mi’raj ini bukan hanya sekedar peristiwa ritual keagamaan saja, akan tetapi juga kita jadikan sebagai ruh perjuangan menuju perubahan dalam menegakkan nilai-nilai keadilan dan kesejahteraan, mewujudkan negeri yang "baldatun thoyyibatun warobbun ghofuur (negeri yang baik dengan Tuhan yang Maha Pengampun). Wallohu'alam.
*)Penulis: Dr. H. Heri Solehudin Atmawidjaja (Pemerhati Sosial Politik Pascasarjana Uhamka Jakarta, Wakil Ketua Forum Doktor Sospol UI, Wakil Ketua PDM Kota Depok).